SURABAYA – Beberapa waktu lalu muncul kasus wabah Leptospirosis atau kencing tikus yang menjangkiti beberapa wilayah di Jawa Timur. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur (Dinkes Jatim), terhitung hingga 5 Maret 2023, jumlah kasus leptospirosis tercatat 249 kasus dengan 9 kasus kematian.
Dari total 249 kasus itu, terbanyak di Pacitan, yakni 204 kasus dengan 6 kasus kematian, kemudian Kabupaten Probolinggo 3 kasus dengan 2 kasus kematian, Gresik 3 kasus, Lumajang 8 kasus, Kota Probolinggo 5 kasus dengan 1 kasus kematian, Sampang 22 kasus, dan Tulungagung 4 kasus.
Di Kota Surabaya sendiri belum ditemukan kasus Leptospirosis. Meski begitu, Ketua Komisi D DPRD Kota Surabaya, Khusnul Khotimah, mengimbau masyarakat untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), utamanya menjaga sanitasi lingkungan.
“Meskipun nol kasus, masyarakat dan semua stakeholder harus tetap waspada. Jangan sampai ada kasus, baru bertindak. Maka mari menjaga pola hidup bersih dan sehat, apalagi dalam kondisi cuaca hujan seperti ini yang rawan penyakit,” ujarnya di Surabaya, Sabtu (11/3/2023).
Selain itu, politisi PDI Perjuangan itu mendorong Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya dan kader-kader di wilayah masing-masing untuk terus memasifkan pencegahan berbagai penyakit yang ada kaitannya dengan cuaca maupun pola hidup sehat, seperti Leptospirosi, diare, hingga demam berdarah.
Salah satu pencegahan yang perlu dimasifkan adalah deseminasi informasi di fasilitas kesehatan, kantor kelurahan maupun kecamatan mengenai penyakit Leptospirosis. Baik melalui media KIE berupa leaflet, poster, penyuluhan terhadap masyarakat, dan media sosial.
Ia pun mengapresiasi langkah pencegahan Leptospirosi yang telah dilakukan Dinkes bersama Balai Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKL-PP) untuk pemeriksaan sentinel tikus dan survei kepadatan tikus di sejumlah wilayah di Surabaya, khususnya di wilayah padat penduduk dan rawan banjir.
“Kiranya hasil tersebut bisa segera disampaikan ke publik. Sekali lagi saya tegaskan bahwa Surabaya masih belum bisa diartikan bebas. Artinya, kami tetap membutuhkan deteksi dini terhadap penyakit tersebut,” tutur Khusnul.
“Untuk masyarakat yang sedang flu dan demam ataupun merasakan gejala penyakit Leptospirosi, jangan menunda untuk memeriksakan diri ke rumah sakit atau puskesmas terdekat. Apabila ada kondisi tersebut segeralah melaporkan agar kita mengetahuinya dan segera melakukan penanganan,” sambungnya.
Sekadar informasi, dalam beberapa kasus, gejala Leptospirosis tidak muncul sama sekali. Tapi bisa muncul 1-2 minggu setelah terpapar penyakit. Gejala dari penyakit Leptospirosis pun bervariasi dan sering kali dianggap sebagai gejala penyakit lain seperti flu atau demam berdarah.
Mengutip situs resmi Kemenkes, ada beberapa gejala yang dapat dirasakan pasien yang terjangkit Leptospirosis, di antaranya, demam mendadak, lemah, mata merah, kekuningan pada kulit, sakit kepala, hingga nyeri otot betis.
Keluhan tersebut biasanya pulih dalam 1 minggu. Namun jika Leptospirosis berlanjut tahap dua disebut penyakit Weil akibat peradangan infeksi. (dhani/set)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS