SURABAYA – Larangan rapat dinas di hotel bagi jajaran pegawai pemerintahan bukan hal yang baru bagi jajaran Pemerintah Kota Surabaya. Larangan menggelar rapat di hotel dan restoran sudah diterapkan di Pemkot Surabaya sejak Tri Rismaharini menjadi wali kota 2010 lalu.
“Kami sudah melakukan itu sejak Bu Risma memimpin Surabaya,” kata Kabag Humas Pemkot Surabaya Muhammad Fikser, Jumat (7/11/2014).
Sejak menjabat, wali kota yang diusung PDI Perjuangan dalam Pilwali Surabaya 2010 lalu itu sudah mengurangi biaya rapat dan koordinasi pejabat dan PNS dalam APBD Pemkot Surabaya. APBD lebih difokuskan ke hal-hal yang sifatnya lebih penting, seperti di bidang kesehatan dan pendidikan warga Surabaya.
“Oleh Bu Risma, kegiatan rapat dan koordinasi diminta digelar di semua tempat di lingkungan Pemkot Surabaya. Seperti di kantor dinas dan lingkungan kompleks pemkot,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo minta seluruh aparatnya memaksimalkan fungsi ruang rapat di kantor Kementerian Dalam Negeri. Termasuk saat menggelar rapat dengan para kepala daerah.
Dia melarang rapat diselenggarakan di hotel. Kalau Kementerian mengundang para kepala daerah, rapat harus dilakukan di ruang rapat Kementerian.
“Para kepala daerah hanya boleh menginap di hotel yang ada di sekitar Kementerian Dalam Negeri,” kata mantan Sekjen DPP PDI Perjuangan itu.
Larangan rapat di hotel, jelas Tjahjo, untuk menghemat anggaran. Dana penyelenggaraan rapat di hotel bisa dialihkan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Dia juga minta para pejabat eselon I, II, dan para kepala daerah tidak menggunakan pengawalan khusus, termasuk fasilitas very-very important person (VVIP), setiap kali bepergian. Hal tersebut sudah diterapkan Tjahjo, yang sejak dilantik sebagai menteri menolak menggunakan pengawalan khusus. (pri/*)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS