“DENGAN ini, GANEFO pertama saya buka,” kata Presiden Sukarno di hadapan seratus ribuan orang di Gelora Bung Karno, Jakarta, 10 November 1963.
Lautan manusia di stadion terdiri dari warga Indonesia serta warga negara asing pendukung para atlet dari 51 negara peserta The Games of the New Emerging Forces (GANEFO).
Mereka menyaksikan seremoni pembukaan olahraga tingkat dunia itu, dimana para kontingen dari puluhan negara peserta berbaris memasuki stadion.
GANEFO dilangsungkan selama tanggal 10-12 November 1963 diikuti 2.700 atlet mempertandingkan 20 cabang olahraga. GANEFO mengusung jargon Onward! No Retreat (Maju Terus! Pantang Mundur) diikuti negara-negara dari Asia, Afrika, dan Eropa timur. GANEFO menjadi tandingan pesta olahraga tingkat dunia lainnya, olimpiade.
Pelaksanaan GANEFO dimotori Indonesia menjadi puncak perlawanan negara ini dan negara-negara berkembang lainnya terhadap hegemoni politik barat melalui bidang olahraga. Dalam hal ini oleh International Olympic Commitee (IOC).
Perseteruan Indonesia dengan IOC bermula sejak 1948. Saat itu, Republik Indonesia yang baru berumur 3 tahun, turut ambil bagian dalam olimpiade di London, Inggris.
Namun, IOC menolak rencana keikusertaan Indonesia dengan sejumlah dalih. Yakni, Indonesia tidak terdaftar sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Persatuan Olahraga Republik Indonesia (PORI) sebagai induk seluruh cabang olahraga di Indonesia belum terdaftar sebagai anggota resmi IOC. Dan, Inggris menolak paspor Indonesia. IOC hanya memberikan kesempatan kepada RI sebagai peninjau. Itu pun, delegasinya harus menggunakan paspor Belanda.
Upaya IOC justeru membuat keinginan Pemeritah Indonesia memajukan bidang olahaga semakin terpacu. Buktinya, pemerintah lantas menggelar pekan olahraga nasional (PON) pertama kali diadakan pada 9-12 September 1948 di Solo. PON pertama berlangsung saat Indonesia masih dalam keadaan perang karena agresi militer Belanda pasca kemerdekaan.
Perseteruan Indonesia dengan IOC kembali mencuat pada tahun 1962. Saat itu Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games ke-4. Indonesia menentang kepesertaan Israel dan Taiwan di Asian Games.
Alasannya, Indonesia menengarai Taiwan terlibat dalam memberikan bantuan persenjataan kepada PRRI-Permesta yang melakukan pemberontakan terhadap pemerintah RI. Untuk Israel, Pemerintah Indonesia menolak keikutsertaaan atlet mereka dengan alasan, Israel menjajah Palestina dan sejumlah negara Arab.
Akibat langkah itu, meski sukses menggelar Asian Games IV, Indonesia ditangguhkan keanggotaannya oleh IOC. Alasannya, Indonesia dinilai melakukan pelanggaran berupa memasukkan pertimbangan politik dalam ajang olahraga.
IOC menangguhkann kepesertaan Indonesia pada Asian Games berikutnya, termasuk olimpiade di Tokyo, Jepang, pada 1964.
Presiden Sukarno tidak terima dengan keputusan IOC. Bagi Soekarno, IOC pun mencampuradukkan politik dan olahraga.
“Mari berkata jujur. Saat mereka (IOC) mengucilkan RRC, apakah itu bukan politik? Saat mereka tak ramah dengan Republik Arab Bersatu, apakah itu bukan politik?”
“Saat mereka tak ramah pada Korea Utara, itu bukan politik? Saat mereka mengucilkan Vietnam Utara, itu bukan politik? Saya hanya sedang jujur,” katanya sebagaimana tertulis dalam Buletin Ganefo edisi pertama (Juli 1963) seperti dikutip dari tirto.id.
Sebelum GANEFO dibuka, Bung Karno menegaskan kepada kontingen Indonesia, bahwa tugas atlet bukan hanya menunjukkan kemampuan mereka di bidang olahraga saja. Juga membina persahabatan dengan atlet atau peserta dari negara lain.
Sikap tersebut menjadi simbol bagaimana bangsa ini memiliki jiwa yang besar yang mampu memimpin pergerakan-pergerakan yang besar pula.
Menolak imperialisme dan kolonialisme ditunjukkan bangsa ini dengan terobosan yang unik. Oleh karenanya, setiap 10 November, diperingati sebagai hari GANEFO. (mtd/hs)
Foto: Defile kontingen Indonesia dalam Ganefo I di Jakarta pada 10-22 November 1963. (Foto: Wikipedia)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS