JAKARTA – Hari yang ditunggu-tunggu itu akhirnya datang. Setelah melalui empat tahap verifikasi suara (rekapitulasi), Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 akhirnya mencapai tahap pengumuman hasil pencoblosan pada 9 Juli. Komisi Pemilihan Umum (KPU) optimistis agenda penetapan pemenang Pilpres 2014 sesuai jadwal, yakni Selasa, 22 Juli, pukul 16.00.
Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay saat ditemui di Kantor KPU tadi malam, pukul 23.00, menyatakan bahwa cuma ada dua kemungkinan, yakni rekapitulasi suara selesai tadi malam atau tidak. Jika tidak selesai, KPU melanjutkan rekapitulasi pagi ini. ”Seperti biasa, dilanjut pukul 10.00,” tutur Hadar saat jeda rapat pleno rekapitulasi suara nasional. Sejauh ini, menurut dia, sepertinya pengumuman pemenang pilpres bisa dilakukan sesuai jadwal. ”Tidak akan ada perubahan, kecuali jalannya rekapitulasi tidak seperti yang diharapkan,” tegasnya.
Komisioner KPU Arief Budiman menambahkan, perolehan suara pasangan capres dan cawapres akan ditotal secara keseluruhan pada rapat pleno penetapan pemenang pilpres. ”Nanti dalam rapat pleno penetapan, pemenang pilpres baru ketahuan,” tegasnya tadi malam.
Dalam rapat pleno itu, semua berkas dan data dari 33 provinsi akan dirapikan dan dihitung perolehan suara kedua capres-cawapres. ”Selanjutnya, dibuat surat keputusan (SK) KPU. Berdasar SK KPU ini, hasilnya diumumkan,” tuturnya. KPU telah menjadwalkan bahwa pengumuman pemenang Pilpres 2014 dilakukan Selasa, 22 Juli, pukul 16.00. ”Semuanya akan selesai dalam pengumuman ini,” terangnya.
Berdasar pantauan Jawa Pos, rekapitulasi suara nasional hari kedua (Senin, 21/7) yang dimulai pukul 10.00 lebih lambat daripada rekapitulasi suara pada hari pertama. Di hari pertama, pada pukul 19.00 rekapitulasi bisa menyelesaikan 12 provinsi. Pada hari kedua, di jam yang sama rekapitulasi baru bisa menyelesaikan enam provinsi. Hingga pukul 23.00, sudah diverifikasi perhitungan suara di 25 provinsi. Hasilnya, pasangan Prabowo-Hatta meraih 43.032.321 suara atau 48,04 persen, sedangkan Jokowi-JK meraup 46.537.921 suara atau 51,96 persen.
Dari rekapitulasi nasional hari kedua hingga pukul 23.00, terlihat perebutan suara paling dominan di Jawa Tengah dan Jawa Barat. Perebutan suara di Jawa Tengah dimenangi kubu mantan wali kota Solo. Jokowi-JK mendapatkan 12.959.540 suara atau 66,65 persen dan Prabowo-Hatta hanya meraup 6.485.720 suara atau 33,35 persen. Selisih suara dua pasangan calon tersebut di Jawa Tengah hampir separo jumlah suara yang didapat capres nomor urut dua, yakni 6.473.820.
Namun, di Jawa Barat, Prabowo-Hatta membalas dengan memenangi perolehan suara. Mereka meraih 14.167.381 atau 59,78 persen suara. Di wilayah itu, Jokowi-JK harus mengakui keunggulan pesaingnya karena hanya mendapatkan 9.530.315 atau 40,22 persen suara. Selisih suara keduanya di Jawa Barat mencapai 4.673.066. Persaingan ketat kedua kubu akan ditentukan dalam rekapitulasi provinsi yang tersisa. Dari delapan provinsi itu, terdapat lumbung-lumbung suara Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK. Diprediksi penentuan kemenangan terjadi pada rekapitulasi suara untuk Provinsi Jawa Timur dan DKI Jakarta yang merupakan provinsi dengan jumlah pemilih terbanyak.
Pada hari kedua rekapitulasi nasional kemarin, saksi capres nomor urut satu lebih banyak meminta keterangan yang terkait dengan sejumlah masalah dalam pemungutan suara di setiap provinsi yang suaranya dihitung. Salah satunya, banyaknya daftar pemilih khusus tambahan (DPKTb). Saksi capres nomor urut satu Rambe Kamarul Zaman menuturkan, banyak masalah dalam DPKTb di Jawa Tengah dan Bali. “Ini perlu didalami. Kami melihat adanya ketidakberesan,” tuturnya.
Anggota Bawaslu Nelson Simanjuntak menuturkan, rekapitulasi suara pada hari kedua itu bisa dibilang cukup lancar. Hanya, memang ada sejumlah pihak yang ingin terus beretorika dalam rapat pleno tersebut. ”Ini tentu tidak masalah. Semuanya bisa berjalan,” ujarnya di gedung KPU, Senin (21/7).
Imbauan Damai
Sementara itu, pakar hukum tata negara Margarito Kamis mengingatkan bahwa rekapitulasi suara pilpres yang puncaknya pada 22 Juli (hari ini) adalah peristiwa tata negara luar biasa. Karena itu, dia menegaskan bahwa prosesnya harus berlangsung dengan baik dan aman. ”Kalau tidak, maka tak bisa bicara agenda-agenda negara berikutnya,” tegas Margarito dalam acara diskusi di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (21/7).
Margarito menegaskan, tak boleh ada satu pihak pun yang berusaha mengacaukan proses tersebut. Apalagi, dengan tindakan-tindakan anarkistis. ”Ini bicara tebal tipisnya nasionalisme juga. Mereka yang ingin mengacaukan (pengumuman rekapitulasi, Red), nasionalismenya tipis, bahkan mungkin tidak ada. Jadi, yang bikin rusuh harusnya malu,” tegasnya. Terkait dengan ketidakpuasan, dia mengingatkan bahwa segalanya sudah ada salurannya. Yaitu, sengketa pilpres bisa diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Meski demikian, Margarito menyarankan pasangan capres-cawapres yang mengajukan sengketa sepatutnya memiliki data, fakta, dan saksi-saksi yang kuat. Jika tidak, menurut dia, sengketa yang diajukan hanya akan membuang-buang energi. ”Tapi, yakinlah, sebenarnya capres-cawapres itu sudah tahu posisi suaranya masing-masing, jadi kita-kita ini tidak perlu tegang,” tambahnya.
Dari Hotel Borobudur Jakarta kemarin, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kembali mengimbau kedua kubu agar tetap tenang. ”Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2014 ketat dan kampanyenya keras. Saya ini mantan capres, dulu juga banyak tokoh Megawati, Wiranto, tetapi tidak sekeras zaman ini. 2009 ada tiga, Megawati, JK, dan saya juga tidak lunak, tapi tidak sekeras ini,” ujarnya.
SBY juga mengakui adanya ketegangan dari beberapa pihak terkait pengumuman hasil pilpres hari ini. Namun, dia menekankan bahwa suasana tegang tersebut, tampaknya, tidak memengaruhi rakyat secara umum. Rakyat tetap beraktivitas seperti biasa. ”Bapak pergi ke mana pun di seluruh Indonesia, di kabupaten, di kota, di desa, di kecamatan, di mal, di stasiun, di terminal, di pasar, tenang dan happy,” kata SBY.
SBY juga meminta, jika nanti ada perselisihan seusai pengumuman, sebaiknya pihak yang kalah menempuh jalan konstitusional, yakni di MK. ”Undang-undang kita telah mengatur, memberikan ruang untuk mewadahi hal itu, jika besok terjadi. Kalau dibawa ke MK, maka mari kita dorong MK menjalankan dengan baik agar keputusannya baik dan adil,” ujarnya.
Sementara itu, untuk memastikan keamanan saat pengumuman hasil pilpres, kemarin SBY memanggil Panglima TNI Moeldoko ke istana. Menurut Moeldoko, mereka membahas perkembangan situasi keamanan menjelang pengumuman real count oleh KPU. ”Ya, kita laporkan bahwa situasi semua dalam keadaan yang baik, tidak ada yang menonjol sampai sejauh ini,” ujarnya.
Moeldoko pun menuturkan, situasi keamanan cenderung kondusif. Dia pun mengimbau masyarakat untuk beraktivitas seperti biasa. Namun, dia mengakui potensi terjadinya konflik masih ada. ”Ya masih, tapi kan ada cara untuk mengeliminasikan. Kecenderungan nanti mudah-mudahan ketidakpuasan itu disalurkan melalui jalur hukum, melalui MK. Tapi, KPU kita jamin klir,” tuturnya. (ken/idr/dyn/c11/c10/kim) Jawa Pos
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS