Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri berbicara dalam DMZ International Forum on the Peace Economy di Seoul, Korea Selatan, Kamis (29/08/2019). Dalam forum itu, Megawati menawarkan musyawarah dan mufakat digunakan sebagai salah satu sarana untuk mencapai perdamaian dan reunifikasi Korea.
Di hadapan ratusan peserta Demilitarized Zone (DMZ) International Forum on the Peace Economy di Seoul, Korea Selatan, Kamis (29/08/2019), Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri bercerita soal pesan ayahnya, Bung Karno, terkait reunifikasi Korea. Suara Megawati yang semula terdengar dalam tempo cukup cepat menjadi tertahan.
Saat itu, Megawati berada di podium konferensi sebagai pembicara utama bersama dengan beberapa tokoh, seperti Kanselir Jerman Gerhard Schroder, mantan Perdana Menteri Jepang Hatoyama Yukio, serta mantan Presiden Mongolia Orchirbat Punsalmaagiin. Konferensi tersebut diselenggarakan oleh The Korean Institute for International Economic Policy dan The National Research Council for Economics, Humanities, and Social Sciences.
Di forum itu, Megawati menuturkan sebuah peristiwa bersejarah di tahun 1965, saat Bapak Bangsa Korea Utara, Kim Il Sung, bertemu dengan Presiden Soekarno, yang merupakan ayah kandung Megawati. Peristiwa itu, kata Megawati, tak pernah hilang dari hati dan ingatannya. Kepada Megawati, Bung Karno berpesan agar putrinya terus membantu perjuangan menyatukan Korea Utara dan Korea Selatan di Semenanjung Korea.
Adapun Korut dan Korsel mengalami perang saudara dalam Perang Korea tahun 1950-1953. Kedua negara yang awalnya merupakan satu bangsa itu hingga kini dipisahkan DMZ sepanjang lebih kurang 250 kilometer, yang membelah Semenanjung Korea menjadi dua.
”Berdirilah tidak untuk memilih Korea Selatan atau Korea Utara. Pilihlah jalan perdamaian. Pegang teguh ideologi Pancasila yang akan menuntunmu ke jalan perdamaian. Jalan ini akan mempertemukanmu dengan pemimpin dan rakyat kedua negara, yang sama-sama berjuang untuk perdamaian dan kedaulatan Korea,” tutur Megawati dengan suara tertahan.
Pesan Bung Karno itu hingga kini dipegang teguh Megawati. Ia berusaha menjadi ”jembatan” antara Korut dan Korsel. Megawati juga tetap menjalin hubungan baik dengan kedua negara itu. Pada saat menjabat sebagai Presiden RI, di tahun 2002, Megawati bertemu dengan Presiden Korsel Kim Dae-jung.
Saat itu, Kim Dae-jung secara informal meminta Megawati menjadi semacam utusan khusus untuk berbicara dengan pemimpin Korut Kim Jong Il, ayah dari pemimpin Korut saat ini, yakni Kim Jong Un. Pada 2017, Megawati juga diminta Presiden Korsel Moon Jae-in untuk terus mengambil peran dalam menciptakan perdamaian di Semenanjung Korea.
”Saat itu, saya sering datang, baik ke Korsel maupun ke Korut. Kepada Yang Mulia Kim Jong Il, saya berusaha meyakinkan beliau bahwa sudah tiba waktunya untuk berusaha menyatukan dua Korea menjadi Korea,” tutur Megawati.
Mantan Kanselir Jerman Gerhard Schroeder yang berbicara seusai Megawati juga menekankan ada harapan dari bangsa lain untuk menyaksikan kedua Korea kembali bersatu. Menurut dia, Jerman juga pernah mengalami perpecahan seperti halnya Korea.
Adapun di era Perang Dingin antara Blok Barat dan Blok Timur, Jerman terpecah menjadi Jerman Barat dan Jerman Timur. Tembok Berlin menjadi penanda perpecahan satu bangsa menjadi dua negara. Jerman kembali bersatu awal tahun 1990-an.
”Orang Jerman merasakan langsung bagaimana sedihnya saat satu negara terpecah. Mereka juga ingin menyaksikan persatuan di Semenanjung Korea,” katanya.
Tawarkan Pancasila
Di forum itu, Megawati juga menyampaikan sebuah tawaran solusi untuk membuat perdamaian dan reunifikasi bisa segera terwujud. Megawati menawarkan Pancasila, lebih khusus lagi musyawarah mufakat. Metode komunikasi politik ini bisa menjadi cara untuk mencapai kesepakatan yang berdasarkan pada proses dialog yang setara, tanpa ada satu pihak pun yang mendominasi. Dialog tidak berada dalam dikotomi mayoritas dan minoritas.
”Dalam forum ini saya menawarkan kembali metode demokrasi yang ada di dalam Pancasila, yaitu musyawarah dan mufakat. Saya sangat berharap, setelah perdamaian Semenanjung Korea tercapai, dapat tercapai pula kesepakatan baru yang diikuti langkah kerja sama konkret kedua negara,” kata Megawati yang juga Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.
Menurut Megawati, kerja sama itu tidak boleh hanya berupa kerja sama ekonomi yang pragmatis sempit. Sebaliknya, kerja sama itu harus berupa kerja sama yang luas di berbagai bidang, seperti lingkungan hidup, pendidikan, dan kebudayaan.
”Saya yakin Asia menanti Semenanjung Korea mampu menjadi pelopor kerja sama antarbangsa yang lebih progresif dan tetap berorientasi pada keadilan dan kesejahteraan sosial,” kata Megawati. (kompas)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS