JAKARTA – Persoalan minimnya kader perempuan dalam partai politik, tidak hanya dialami PDI Perjuangan. Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro mengatakan, hampir semua parpol mengeluhkan kesulitan untuk merekrut kader perempuan.
Seperti diwartakan, Center for Strategic and International Studies (CSIS) menyatakan, bahwa kader perempuan PDI Perjuangan di daerah, masih minim menduduki posisi penting di kepengurusan. Dari tiga posisi penting di kepengurusan, ketua, sekretaris dan bendahara, total suara perempuan hanya 4,7 persen. Selebihnya, 95,3 persen adalah pria.
Di tingkat elit politik, memang memunculkan kader-kader perempuan seperti Puan Maharani maupun Rieke Dyah Pitaloka. Tapi di tingkat daerah belum banyak suara perempuan.
Menurut Siti Zuhro, parpol sangat perlu untuk membuat jejaringnya sebagai bentuk pengkaderan untuk merekrut kader-kader perempuan. Jejaring itu bisa dibangun melalui komunitas-komunitas, ormas yang dimiliki PDI Perjuangan, organisasi profesional, hingga bersinergi dengan kampus atau universitas.
“Kader-kader muda perempuan dapat dimintakan dari berbagai jejaring yang dimiliki PDI Perjuangan,” kata Siti Zuhro, kemarin.
Dengan kondisi ini, lanjut Siti, elit politik memang harus turun ke bawah untuk menarik partisipasi perempuan di parpol lebih banyak. Kalau elit politik di pusat sudah bergerak, mau tak mau kader di bawahnya akan mengikuti. Bukan lagi menunggu datangnya kader perempuan baru, tapi mencari perempuan yang potensial sesuai dengan parpol.
“Khususnya di kabupaten/kota yang paling minim,” ucap Siti.
Ketua DPP PDI Perjuangan, Maruarar Sirait juga mengakui bahwa persoalan kader perempuan adalah persoalan serius. Dia berharap dalam Kongres di Bali mendatang, akan ada solusi dari persoalan minimnya kader perempuan di internal PDI Perjuangan ini.
Hal senada disampaikan Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri DPP PDI Perjuangan, Andreas Pareira. Menurutnya, ada momentum untuk membuat peningkatan pesat kader perempuan PDI Perjuangan saat Megawati juga menjadi Presiden Republik Indonesia. Saat itu, kata dia, ada perubahan dalam undang-undang partai politik terkait partisipasi kader perempuan.
Yakni, untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam kepartaian maupun mengisi jabatan legislatif melalui parpol. Namun, faktanya, hal itu masih sulit dilakukan, sebab sangat sulit mencari kader perempuan di daerah-daerah.
“Bukan tidak mau menempatkan kader perempuan di kepartaian. Tapi sulit sekali mencari kader perempuan di daerah,” ujarnya. (pri/*)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS