JEDDAH – Penasihat Posko Perjuangan TKI (POSPERTKI) Saudi Arabia Sharief Rachmat mengaku tidak terkejut atas terbongkarnya praktik pemerasan terhadap TKI seperti yang terjadi di Bandara Soekarno–Hatta beberapa waktu lalu. Pihaknya sudah sering menerima pengaduan soal pemerasan TKI.
“Kami bersama kawan – kawan relawan TKI sering menerima pengaduan – pengaduan TKI yang mengalami pemerasan, baik yang sedang kembali ke tanah air maupun yang ingin berangkat kembali bekerja. Kejadian – kejadian tersebut sudah sering dilaporkan ke pihak berwenang, tetapi tidak ada tindak lanjutnya,” kata Sharief, sebagaimana keterangan persnya kepada Infokomnews PDI Perjuangan Jawa Timur, Senin (11/8/2014).
Menurut dia, laporan soal pemerasan itu sering dimentahkan karena tidak adanya bukti. Untuk membuktikan adanya pemerasan, ujarnya, bukan hal yang mudah, apalagi TKI saat diperas pun dalam kondisi mendapat tekanan.
“Dan yang disayangkan, tidak ada antisipasi atau upaya untuk menindaklanjuti dari pihak berwenang, melainkan seakan dibiarkan,” ujarnya.
Dia mencontohkan maraknya pengaduan pemerasan, yakni saat masa program amnesti di Saudi Arabia terhadap warga negara asing overstayer atau ilegal. Ketika itu, banyak WNI/TKI overstayer atau ilegal yang memanfaatkan program amnesti tersebut untuk kembali ke tanah air. Hal itulah yang menjadi lahan empuk bagi oknum dan calo, banyak TKI yang diperas dari segi transportasi dengan biaya Rp 1 juta.
“Bila tidak diberikan, diancam akan diturunkan di tengah jalan. Kalau mau diusut, banyak sekali modus – modus pemerasan terhadap TKI, di Saudi Arabia mereka diperas, kembali ke tanah airpun diperas,” jelasnya.
Pihaknya berterima kasih dan mengapresiasi KPK yang telah mengusut praktik pemerasan tersebut. Dia berharap sidak seperti itu juga dapat dilakukan di instansi Pemerintah RI yang berada di negara – negara yang jumlah TKI-nya banyak.
Dia mengungkapkan, telah mengusulkan soal pencegahan kejadian tersebut kepada jajaran di PDI Perjuangan seperti anggota DPR Rieke Diah Pitaloka dan presiden terpilih Joko Widodo. Selain mengubah sistem, lanjutnya, juga diperlukan pembenahan dan reformasi birokrasi serta jajaran di instansi – instansi terkait.
“Modus pemerasan dan pungli ibarat mata rantai yang sudah mengakar. Mental pemeras dan maling, tetap saja akan mencari celah untuk memeras dan maling. Sekaligus pembenahan dan reformasi bukan saja dilakukan di tanah air, melainkan di Perwakilan RI seperti KBRI/KJRI juga perlu dilakukan,” sambung pria yang juga Ketua Perwalu PDI Perjuangan Arab Saudia itu.
Soal Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN), imbuh Sharief, dia menyarankan untuk ditiadakan, karena dinilai tidak ada manfaatnya serta lebih banyak mudharatnya. “Begitu juga soal asuransi, TKI dibebankan biaya asuransi tetapi di saat TKI mengalami sakit dinegara penempatan tidak dapat digunakan,” ungkapnya.
Pun dengan status BNP2TKI, Sharief menilai bahwa opsi usulan dari KPK keberadaan BNP2TKI dilikuidasi atau diubah bentuknya atau diambil alih itu suatu hal yang positif. Dia menilai, opsi – opsi tersebut punya nilai positifnya, kalau ingin ditinjau ulang dan dipertahankan, sebaiknya BNP2TKI dijadikan lembaga gabungan antar kementerian terkait yang dipimpin Kemenakertrans.
“Jadi semua terkoordinir satu pintu, tidak seperti yang sudah – sudah terlalu banyak pintu, mau mencari perlindungan dan klaim asuransi harus lari kesana kemari. Kalaupun dibubarkan juga lebih baik, tidak terjadi lagi dualisme kebijakan dan tidak tumpang tindih. Intinya, pembenahan tidak hanya dilakukan dari sistem dan birokrasi saja, melainkan yang utama mental manusianya di instansi tersebut. Sudah terlalu sering sistim gonta ganti, tetapi tetap saja TKI jadi objek yang dirugikan, karena tidak dibarengi dengan pembenahan jajarannya,” urainya. (pri)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS