JAKARTA – Putri proklamator Ir. Soekarno, Megawati Soekarnoputri, ingat betul betapa seringnya sang ayah melakukan incognito (acara tidak resmi) selama menjadi Presiden pertama Indonesia.
“Ayah saya dulu itu sering sekali incognito. Bapak saya paling senang. Maksudnya, kalau Pak Jokowi sekarang, istilahnya blusukan,” ujar Megawati dalam rekaman video khusus kepada Kompas.com di sela kunjungannya ke Korea Selatan, beberapa waktu lalu.
Beberapa momen blusukan sang ayah di mana Megawati ikut di dalamnya, antara lain ketika Bung Karno blusukan ke sejumlah proyek pembangunan di Jakarta.
“Umpamanya ketika beliau melihat (pembangunan GBK). Misalnya juga Monas, Masjid Istiqlal, Gedung DPR,” ujar Megawati.
“Beliau itu karena seorang arsitek, pembangunan semua saat itu diikuti oleh beliau dan selalu sidak,” lanjut dia.
Dikutip dari buku Kesaksian tentang Bung Karno (Grasindo-1999) yang dilansir Tribunnews.com, salah satu kegiatan blusukannya itu dilakukan pada suatu siang di Istana Kepresidenan Jakarta.
Bung Karno tiba-tiba memanggil Mangil Martowidjoyo, Komandan Detasemen Kawal Pribadi Soekarno (sekarang Paspampres). “Mangil, Bapak ingin keluar sebentar. Bapak ingin melihat umpyeke wong golek pangan di Jakarta (Bapak ingin melihat kesibukan orang mencari nafkah di Jakarta)”.
Tidak butuh waktu lama, Bung Karno pun sudah berada di tempat yang ingin ia tuju.
Pada bagian lain dari buku, ditulis pula momen ketika Bung Karno mendarat di daerah Senen, Jakarta Pusat. Tepatnya di daerah pelacuran. Ia mendekati salah satu gerbong kereta yang biasa dijadikan tempat tinggal gelandangan.
Saat bercakap-cakap dengan mereka, ada seorang perempuan berkata, “lho, itu kan suara Bapak. Itu Bapak ya?”
Seketika, tempat itu dipenuhi orang-orang. Mereka mengelilingi Bung Karno untuk bersalaman.
Megawati menambahkan, ada kendaraan yang paling disukai sang ayang ketika melakukan blusukan. “Pakai VW Combi. Kita (diajak) semua naik itu,” kenang Megawati.
Demikian pula ketika Bung Karno menghadiri acara-acara kenegaraan di mana ia satu mobil dengan tokoh besar, baik dalam maupun luar negeri. Megawati kadang diajak ikut di dalam mobil itu.
Sayang, Megawati tidak bisa mengingat apa jenis mobil yang ia tumpangi kala itu. “Yang jelas mobilnya nomor Indonesia-1 atau RI 1. (Salah satunya) yang (sekarang) ada di Gedung Joeang,” ujar Megawati.
Pengalaman-pengalaman kala itu menjadi modal bagi Megawati kecil kelak menjadi salah seorang pemimpin di republik.
Megawati bercerita, ketika sang ayah menjadi Presiden, memang ada yang namanya mobil resmi bagi kerja-kerja kepala negara. Namun, Ketua Umum PDI Perjuangan itu mengingatkan bahwa Bung Karno pada saat itu juga merupakan kolektor mobil.
“Jadi, kalau dibilang mobil kepresidenan, sebenarnya agak salah,” ujar Megawati.
Sebab, banyak pula mobil yang digunakan Bung Karno untuk menjalankan aktivitasnya sebagai kepala negara bukan diberikan khusus oleh negara, melainkan miliknya pribadi.
Serupa mobil, demikian pula dengan barang-barang yang berada di Istana Kepresidenan Jakarta.
Megawati mengingatkan, Bung Karno dan keluarga saat itu tinggal di Istana Kepresidenan selama 20 tahun lebih. Jadi, banyak barang-barang di dalam Istana yang sebenarnya merupakan kepunyaan dari Bung Karno.
“Hanya saja, ketika Bung Karno tidak jadi (Presiden) lagi, oleh pemerintahan berikutnya tidak ada sebuah serah terima,” ujar Megawati.
“Sehingga sampai hari ini, kami sedang mencoba untuk mengkompilasi mana yang artinya barang pribadi (Bung Karno), mana yang kepunyaan pemerintah,” lanjut dia. (*)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS