
JAKARTA – Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo, Hasto Kristiyanto, menilai, capres Prabowo Subianto tak pernah memedulikan data saat berbicara. Hal itu disampaikan Hasto menanggapi pernyataan Prabowo ikhwal kebocoran kekayaan Indonesia yang mencapai Rp 1.000 triliun setiap tahunnya.
“Pak Prabowo kan sosok yang paling tidak peduli
dengan data. Karena dulu mengatakan 99 persen rakyat Indonesia miskin, terus
kemudian bocor dan bocor,” ujar Hasto di Posko Cemara, Menteng, Jakarta,
Senin (4/3/2019).
“Dan itu menunjukkan persoalan kompetensi dan
juga retorika itu jauh lebih penting bagi tim kampanye Prabowo-Sandi,” lanjut
dia.
Hasto menambahkan, bukti Prabowo tak menguasai data
juga terlihat kala berteriak menolak impor pangan namun tak pernah menyampaikan
caranya. Hasto menilai Prabowo tak menguasai permasalahan pertanian sehingga
wajar jika hanya berteriak menolak impor.
Hal itu, kata Hasto, berbeda dengan capresnya Joko
Widodo. Menurutnya, Jokowi tak sibuk berkampanye untuk menghentikan impor
pangan tetapi juga membangun infrastruktur pertanian agar Indonesia bisa
mencapai swasembada pangan.
“Di tingkat implementasi kebijakan kita
memerlukan waduk, kita memerlukan pengaliran air primer, tersier, sekunder.
Kita memerlukan benih unggul agar petani kita menghasilkan padi yang unggul.
Kita perlu pengorganisasian petani, kita perlu distribusi pupuk yang
baik,” ujar Hasto.
“Jadi apa yang oleh Pak Jokowi, menunjukkan bahwa
di sini kepemimpinan teknokratik implementatif kerakyatan. Yang di sana kepemimpinan
retorik. Ini adalah ukuran yang nyata kompetensi dari seorang pemimpin,” ujarnya.
Untuk impor pangan ini, saat debat capres pada Minggu
(17/2/2019) lalu, Jokowi mengatakan, impor saat ini dilakukan untuk menjaga
ketersediaan stok, stabilisasi harga, punya cadangan untuk bencana, dan untuk
gagal panen kalau terkena hama. Pemerintah juga memperhitungkan kondisi paceklik
sehingga suplai tetap tersedia meski terjadi kekeringan.
Jokowi mengatakan, kelangkaan pangan bisa menyebabkan
harga naik. Jika harga naik, masyarakat juga akan kesulitan membeli bahan
pangan. Petani juga akan mengeluh hasil taninya tidak laku karena harganya
mahal.
Menurut Jokowi, salah satu hal tersulit dalam
mengelola negara adalah menjaga keseimbangan harga. “Sebenarnya kesulitan
di sini menjaga stabilitas harga dan stok agar dua-duanya untung. Petani
senang, masyarakat senang,” kata Jokowi.
Jokowi mengatakan, petani juga tidak akan untung jika
harga gabahnya dinaikkan karena akan mempengaruhi harga pasar.
Oleh karena itu, untuk menjaga stok dan harga, impor
pangan diperlukan. Namun, ada regulasi yang membatasi bahwa impor tidak boleh
dilakukan saat panen raya dan jaraknya tak berdekatan dengan panen raya.
Meski begitu, Jokowi menyebut bahwa belakangan
jumlah impor pangan sudah berhasil ditekan. (goek)