NGAWI – Suhu politik dan sosial di Ngawi mendadak memanas. Dalam beberapa pekan terakhir, jagat maya dan warung kopi dihiasi perbincangan panas terkait dugaan intrik dalam proses rekrutmen perangkat desa. Seleksi yang seharusnya “suci” justru dinilai ternoda.
Kehebohan ini berpusar pada seleksi perangkat desa di salah satu desa di Kecamatan Kwadungan. Publik terkejut lantaran salah seorang peserta, yang kabarnya merupakan putra kepala desa yang masih aktif menjabat, justru lolos dengan peringkat pertama.
Masalahnya, peserta tersebut diduga masih berstatus sebagai narapidana yang belum bebas murni. Namanya pun sontak bertengger sebagai kandidat terkuat untuk dilantik sebagai Sekretaris Desa (Sekdes) yang lowong. Aroma aji mumpung dan potensi Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN) pun sontak membumbung.
Riuh rendah netizen dan keresahan warga ini pun terdengar hingga ke gedung dewan. Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Ngawi menangkap masalah ini sebagai isu publik serius yang harus segera diatasi.
“Masyarakat sedang menyoroti, terkait sekdes yang terpilih dan lolos dalam seleksi perangkat desa, padahal yang bersangkutan belum bebas murni,” tegas Heru Kusnindar, Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Ngawi, Rabu (5/11/2025).
Heru mencium adanya hal janggal sejak proses seleksi dibuka. Berdasarkan regulasi, salah satu berkas administrasi wajib yang mesti dilengkapi bakal calon peserta adalah Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).
Ia menyoroti bahwa SKCK seharusnya mencatat status ‘putra mahkota’ kepala desa tersebut yang belum bebas murni. Tragisnya, berkas yang dilampirkan dalam proses penjaringan, panitia seolah menutup mata.
“Tragisnya yang bersangkutan justru lolos dalam penjaringan, dan penyaringan, hingga proses seleksi mendapatkan nilai tertinggi,” ungkap Heru seraya mempertanyakan tanggung jawab panitia seleksi.
Heru, yang memiliki pengalaman sebagai kepala desa, mengingatkan bahwa jabatan Sekdes bukan sekadar status pekerjaan, melainkan jabatan publik dan pamong masyarakat. Tugas utamanya adalah mengasuh, melayani, dan memberikan teladan baik.
“Ini soal pantas dan tidak pantas. Ini jabatan publik. Belum lagi soal kajian hukum. Mestinya panitia bisa tegas untuk tidak meloloskan sejak awal penjaringan,” tegasnya kritis.
Menyikapi keresahan ini, Komisi I DPRD Kabupaten Ngawi telah menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan dinas terkait untuk mencari jalan keluar terbaik. Heru khawatir, jika tidak ada kebijakan yang tepat dan tegas, potensi masalah sosial dan hukum yang lebih besar akan timbul.
“Publik tengah resah. Mereka juga memonitor melalui media sosial. Timbul kekecewaan yang besar dari hasil seleksi itu,” ujarnya.
Mengingat sejumlah desa di Kabupaten Ngawi saat ini juga membuka lowongan perangkat desa, Heru mengingatkan agar prosesnya berlangsung transparan dan akuntabel. Ia menekankan pentingnya fungsi pengawasan dan pembinaan dari camat untuk memastikan regulasi ditegakkan.
“Jika kejadian seperti di Kwadungan kembali terulang, maka pasti akan berdampak terhadap citra daerah. Termasuk kepada bupati, DPRD, dan lainnya. Maka penting untuk memastikan proses seleksi pengisian perangkat desa dilakukan secara transparan dan akuntabel.” pungkasnya. (and/hs)