LEGISLATOR DPR RI Eva Kusuma Sundari mengatakan, keinginan bakal capres Joko Widodo memperkuat sistem presidensial dalam pemerintahan mendatang sebagai tantangan sekaligus terobosan yang harus segera diwujudkan.
Menurut Eva Kusuma Sundari, sistem presidensial harus dimulai dari sekarang. Karena di UUD disebutkan sistem politik di republik ini (secara implisit) adalah presidensial.
“Ini memang tantangan, tapi sekaligus terobosan. Kita sudah harus mulai mempraktikkan presidensial secara benar,” tandas Eva Kusuma Sundari, Rabu (16/4/2014).
Baca dulu: Jokowi Inginkan Kabinet Kerja, Bukan Bagi-bagi Kursi
Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI ini yakin, dalam praktiknya nanti jika kebijakan yang dikeluarkan pemerintah benar-benar untuk kepentingan rakyat, maka rakyat akan mendukung. Kata Eva, praktik bernegara secara rasional bukan berbasis jumlah orang sudah harus dilakukan. Jika rakyat rasional, pemerintah akan mendapat dukungan meski perlemen menggoyang.
“Kita ini bukan ingin adu kekuatan jumlah, tapi ini adu rasionalitas. Kalau yang dikeluarkan adalah sesuatu yang benar, rakyat akan memilih yang rasional,” ucap wakil rakyat dari dapil VI Jawa Timur itu.
Dia juga tidak memungkiri jika banyak yang menyangsikan efektivitas sistem presidensial. Sebab, dinamika politik di parlemen Senayan seperti selama ini, sangat kuat dan dinamis. Sementara sampai saat ini baru Partai NasDem yang menyatakan berkoalisi dengan PDI Perjuangan.
Eva juga mengakui, terobosan ini akan sangat menyakitkan terutama bagi partai-partai lain. Namun upaya memperkuat presidensial, tambah Eva, bukan baru sekadar gagasan. Jokowi telah melakukan platform itu dalam skala eksekutif yang lebih rendah yakni di DKI Jakarta.
“Meski ada pelambatan APBD karena dinamika di DPRD DKI Jakarta, tapi pemerintahan tetap jalan kan, tetap berlanjut. Kita ingin berlatih untuk tidak berbasis pada transaksional,” jelas dia.
Eva juga menolak jika semangat memperkuat sistem presidensial ini akan mengembalikan keadaan seperti di era orde baru. Dia menegaskan, presidensialisme berbeda dengan otoritarianisme. “Dulu kan otoritarianisme, presiden mendominasi. Relasi power asimetris. Sekarang demokratis, simetris. UUD juga kan sudah direvisi empat kali,” urainya. (pri/*)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS