LAMONGAN – Kabar menggembirakan datang dari Desa Banyubang, Kecamatan Solokuro, Kabupaten Lamongan. Jagung hasil rekayasa genetik (Genetically Modified Organism/GMO) yang ditanam di wilayah tersebut, mencapai 11,5 ton per hektar atau meningkat 20 persen dibanding jagung konvensional.
Kepastian ini menjadi angin segar bagi dunia pertanian, khususnya petani jagung di Lamongan dan Indonesia pada umumnya.
Wakil Bupati Lamongan, Dirham Akbar Aksara, menyampaikan apresiasi atas capaian tersebut dan mendorong perluasan penggunaan jagung hasil inovasi ini ke seluruh wilayah Lamongan.
“Ini solusi riil. Halal, produktif, dan hemat biaya. Kami akan terus melakukan evaluasi berbasis pentahelix: pemerintah, akademisi, dunia usaha, komunitas, dan media,” ujar Mas Wabup Dirham saat menghadiri panen raya jagung di Banyubang, Selasa (10/6/2025).
BPJPH Tegaskan: Halal Tanpa Ragu
Penegasan status halal disampaikan langsung oleh Kepala BPJPH Kemenag RI, Dr. Ir. Ahmad Haikal Hasan Baras. Ia menekankan bahwa jagung PRG (Produk Rekayasa Genetik) dari Banyubang masuk dalam positive list, sehingga tidak memerlukan sertifikat halal tambahan.
“Ini halal 100 persen. Dari benih hingga panen tidak ada unsur haram. Jangan direkayasa lagi dengan kata-kata ini mengandung ini atau itu. Ini jagung kok,” tegas Ahmad Haikal.
Tak hanya halal, teknologi PRG ini juga dinilai menjadi solusi atas tantangan ketahanan pangan nasional, sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto menuju swasembada pangan berkelanjutan.
“Jagung diberi merk babi tetap halal, tapi babi diberi merk jagung tetap haram. Di sini saya sudah coba, jagung bakar, rebus, sampai es krim jagung, semua aman,” ucapnya.
Pemerintah pusat melalui BPJPH juga berkomitmen melakukan sosialisasi nasional terkait jagung PRG ini, sebagai bagian dari upaya mendukung ketahanan pangan yang berdaulat dan berkelanjutan.
“Ini bukan hanya soal kehalalan, tapi soal masa depan pangan bangsa,” tutup Ahmad Haikal.

Produktivitas Meningkat, Biaya Menurun
Panen perdana jagung PRG di Banyubang menunjukkan hasil yang signifikan. Menurut Kepala Desa Banyubang, Mohammad Rokib, hasil panen mencapai 11–11,5 ton per hektar, meningkat hingga 20 persen dibanding jagung konvensional.
“Butirannya lebih banyak. Satu tongkol rata-rata ada 18 baris, dan setiap baris sekitar 45 biji. Lebih padat dan bernas,” jelas Rokib.
Dari sisi biaya, jagung PRG juga unggul karena lebih tahan terhadap hama dan cuaca ekstrem. Jika biasanya petani harus menyemprot tiga kali untuk mengendalikan gulma, kini cukup sekali di awal tanam.
“Biaya produksi turun, hasil panen naik, petani untung. Dalam satu hektar bisa dapat tambahan hingga Rp5,5 juta,” tambahnya.
Dukungan Nasional untuk PRG
Ketua KTNA Nasional, Mohamad Yadi Sofyan Noor, yang hadir dalam kegiatan panen tersebut menyebut teknologi ini sebagai tonggak baru pertanian Indonesia.
“Kami dukung penuh teknologi yang membantu petani, selama aman, halal, dan terbukti meningkatkan hasil,” tegasnya.
Ia juga memastikan bahwa jagung PRG sudah diuji di berbagai wilayah Indonesia, termasuk Kalimantan, dan menunjukkan hasil yang positif. (mnh/hs)













