
KONTROVERSI melekat pada diri bapak bangsa, Bung Karno. Dari soal sepak terjangnya yang merepotkan penjajah nusantara, hingga pemikiran-pemikirannya yang mengguncang dunia.
Bahkan ejaan penulisan namanya, juga mengandung kontroversi. Sukarno atau Soekarno? Menggunakan U atau OE?
Polemik soal ejaan bahkan berlangsung sepeninggal bapak bangsa kelahiran Surabaya, 6 Juni 1901 itu hingga kini. Misalnya nama bandara Soekarno – Hatta, jalan Soekarno, hingga uang pecahan Rp 100.000 terkini yang memuat gambar proklamator dengan tulisan Dr (HC) Ir Soekarno dan Dr (HC) Drs Mohammad Hatta.
Dari OE ke U
Penggunaan huruf OE untuk pelafalan vokal U merujuk pada ejaan Van Ophuijsen. Selain OE, penggunaan huruf Tj untuk bunyi konsonan C, dan J untuk Y.
Ejaan tersebut diciptakan Charles Adriaan van Ophuijsen, seorang ahli bahasa Belanda. Berlaku sejak tahun 1901 hingga 1947.
Pasca Indonesia Merdeka, tepatnya tahun 1947, Menteri Pendidikan Soewandi merumuskan ejaan Indonesia. Ciri ejaan ini diantaranya penggantian huruf OE menjadi U. Misal Soekarno menjadi Sukarno. Dalam perkembangannya, ejaan ini berlaku hingga tahun 1972.
Pasca itu, penyempurnaan ejaan terus disempurnakan pemerintah.
Pesan Bung Karno
Lalu, bagaimana dengan Bung Karno soal ejaan namanya, Soekarno atau Sukarno.
Baca juga: Sukarno Lahir di Rumah Kontrakan Dekat Sungai Peneleh, Surabaya
Berbagai literasi sejarah menyebutkan, Bung Karno menyatakan penulisan namanya dengan ejaan: Sukarno.
Suatu ketika, tahun 1965, Bung Karno memprotes seorang wartawan Jerman yang menuliskan namanya dengan ejaan Soekarno.
“Tapi kenapa kamu tulis nama saya dengan ejaan OE?” Protesnya kepada sang wartawan.
“Tapi nama saya dengan ejaan SU. Ini yang benar,” kata Bung Karno.
Baca juga: Salat Iduladha, Presiden Sukarno Ditembak dari Jarak Dekat
Hal serupa juga ditegaskan Bung Karno sebagaimana ditulis Cindy Adams dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.
Menurut Bung Karno, ejaan OE adalah peninggalan Belanda.
“Karena itulah maka Sukarno menjadi namaku yang sebenarnya dan satu-satunya,” kata Bung Karno.
Sementara untuk tandatangannya, Bung Karno masih menggunakan ejaan OE seperti halnya dalam naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Bung Karno mengakui, tak mudah baginya untuk merubah tandatangan pada usianya yang menginjak 50 tahun saat membahas Sukarno atau Soekarno. (hs)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS