Tiga tembakan meleset. Sniper mengaku melihat sosok target ada dua.
BERBAGAI peristiwa percobaan pembunuhan dialami Presiden Sukarno. Namun, peristiwa Iduladha cukup menghentak. Sebab penembakan dilakukan dari jarak yang cukup dekat.
Peristiwa ini pula yang membuat negara membentuk resimen khusus untuk mengawal presiden.
Moehammad Goenawan dalam buku Detik-detik Paling Menegangkan diterbitkan tahun 2015, menulis, pada 14 Mei 1962, sejumlah umat Islam menunaikan Salat Iduladha di lapangan istana. Di sana hadir Presiden Sukarno dan sejumlah menteri.
Saat jemaah melaksanakan rukuk, terdengar teriakan takbir dari seorang laki-laki disusul bunyi letupan senjata api yang diarahkan kepada Bung Karno. “Dor!”
“Tembakan pertama meleset. Peluru justru mengenai Ketua DPRGR, Zainul Arifin,” tulisnya. Sumber lain menyebut, Zainul Arifin menjadi imam salat.
Tembakan itu membuat para pengawal melindungi Bung Karno. Tembakan kedua pun dilepaskan. Amoen, yang melindungi Presiden Sukarno dengan tubuhnya, tertembak di bagian dada.
Pistol kembali menyalak untuk kesekian kalinya. Kali ini menyerempet kepala Soesilo.
Dengan luka di kepala, Soesilo menerjang sang penembak yang dibantu dua pengawal lainnya. Walaupun terluka parah, Amoen dan Soesilo pada akhirnya selamat.
Peristiwa penembakan Iduladha membuat Menteri Pertahanan dan Keamanan Negara, Jenderal Abdul Haris Nasution mengusulkan kepada Presiden Sukarno untuk membentuk resimen kawal khusus yang bertugas menjaga keselamatan dan kemanan pribadi presiden dan keluarganya.
Resimen ini harus melibatkan prajurit-prajurit terbaik TNI dari empat angkatan: darat, laut, udara, dan kepolisian.
Usulan pun disetujui dan dibentuklah resimen kawal khusus bernama Tjakrabirawa. Nama tersebut diambil dari nama senjata tokoh pewayangan Kresna. Dalam bahasa Sansekerta, Tjakrabirawa berarti lingkaran dahsyat.
baca juga: Semula Bernama Gelora Bung Karno, Lalu Diubah Jadi Gelora Senayan, Kini?
Ihwal pembentukan resimen khusus juga diakui Wakil Komandan Tjakrabirawa, H Maulwi Saelan seperti dalam buku autobiografinya yang ia tulis, Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa: Dari Revolusi 45 Sampai Kudeta 66.
“Peristiwa Idul Adha ini kelak mengubah jalan hidup saya. Karena dengan alasan itu, saya dipindahkan dari Makassar ke Jakarta untuk membentuk Resimen Tjakrabirawa.
Dalam bukunya, Maulwi Saelan juga menjelaskan perihal peristiwa Iduladha. Penembak berada dalam jarak 4 shaf (barisan dalam salat) dari Bung Karno.
“Ketika diperiksa, penembak mengaku melihat Bung Karno yang dibidiknya ada dua orang. Maka bingunglah ia hendak menembak yang mana,” tulis Maulwi yang pernah menjadi kiper Timnas Sepakbola Indonesia saat berlaga di Olimpiade ke-16 Tahun 1956 di Melbourne, Australia melawan Timnas Uni Sovyet. (hs)
Foto: Presiden Sukarno bersama jemaah lainnya menunaikan salat Iduladha di Istana Merdeka, Jakarta, tahun 1962. (historia.id)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS