SURABAYA – Pakar Tata Kota Prof Johan Silas menilai, Kota Surabaya sangat layak menerima kembali penghargaan Adipura Kencana. Sebab, keunggulan inovasi lingkungan di Kota Pahlawan jauh meninggalkan kota besar lainnya di republik ini.
Keunggulan yang dimiliki Surabaya, sebut Johan Silas, di antaranya mengubah sampah menjadi energi (waste to energy), dan ruang terbuka hijau (RTH) yang melebihi persyaratan undang-undang, yakni sekitar 32-33 persen, serta inovasi lingkungan lainnya.
“Inovasi lingkungan seperti mengubah bekas TPA Keputih menjadi taman bunga, itu juga prestasi luar biasa,” kata Johan Silas, Selasa (24/11/2015).
Tak hanya itu, di Kota Pahlawan ada kampung-kampung unggulan melalui program Green and Clean. Menurut Silas, saat ini ada sekitar 28 kampung unggulan, di mana selain aspek pengelolaan lingkungannya bagus, pemberdayaan ekonominya juga jalan.
“Ada kampung dinamo, lontong, tas, dan sebagainya,” urai guru besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya itu. (Risma: Adipura Hasil Kerja Seluruh Elemen Masyarakat)
Dia mengakui, semasa Tri Rismaharini menjadi Wali Kota Surabaya, pembangunan di sektor lingkungan gencar dilakukan. Tiap tahun menurutnya, pemerintah kota membangun hutan kota, dan jalan-jalan di beberapa kawasan kota yang dilindungi dengan pohon dan taman.
Bahkan, di sekitar taman juga dilengkapi fasilitas air bersih yang bisa dimanfaatkan untuk anak-anak warga kota bermain. “Bu Risma gak ingin anak-anak sakit, karena airnya tercemar. Makanya airnya bersih, seperti di Taman Mundu, Bungkul, dan di Balai Kota,” jelasnya.
Silas menambahkan, prestasi Kota Surabaya meraih Adipura Kencana itu diraih tidak bergantung pihak luar. Anggaran yang digunakan, sebutnya, sebagian besar berasal dari kemampuan APBD Surabaya.
“Prestasi Surabaya tidak bergantung dari pemerintah pusat atau konsultan,” ungkap alumnus arsitektur Institut Teknologi Bandung (ITB) itu.
Dia juga mengungkapkan, prestasi Surabaya dalam bidang pengelolaan lingkungan hingga memperoleh penghargaan Adipura Kencana kelima kalinya tahun ini, nilai paling tinggi diperoleh pada pengelolaan sampah menjadi energi.
Seperti di TPA Benowo, dari sampah yang masuk bisa menghasilkan energi listrik sebesar 2 megawatt. Sedangkan di rumah kompos Bratang, bisa menghasilkan listrik sebesar 1 megawatt. “Di Bratang, selain di rumah kompos, Taman Flora sebagian listriknya dari pengolahan kompos itu,” ujarnya.
Untuk mengubah sampah menjadi energi listrik, lanjut Silas, memang membutuhkan waktu yang tak singkat. Di TPA Benowo, dia memperkirakan proses tersebut membutuhkan waktu sekitar 4 tahun. “Inovasi seperti ini gak ada di kota-kota lain di Indonesia,” tuturnya.
Bahkan, dalam pengelolaan sampah di TPA, menurutnya dilakukan secara digital menggunakan sistem teknologi informasi. “Wali kota atau kepala dinas tiap hari bisa mengetahui seberapa besar sampah yang masuk, dan berapa bayarnya,” kata dia.
Untuk kemudahan dalam pengelolaan sampah, papar Silas, selama ini pemerintah kota mendirikan super depo dan mega depo yang fungsinya memisahkan sampah organik dan anorganik. “Jika super depo kerja sama dengan Kitakyusu Jepang, sedangkan mega depo murni pemerintah kota,” ungkap Silas.
Silas juga menyebut pengelolaan lingkungan di Kota Surabaya tak kalah dengan beberapa kota di negara ASEAN. Bahkan, menurutnya, pengelolaan lingkungan di Surabaya lebih baik ketimbang Singapura.
“Dibanding Singapura, Surabaya lebih baik, karena di sana dilakukan dengan banyak mengenakan denda. Sedangkan di Surabaya tidak,” paparnya. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS