JAKARTA – PDI Perjuangan mendukung penuh sikap Kementerian Luar Negeri RI, Bakamla, dan seluruh jajaran TNI di dalam menyikapi aksi kapal Tiongkok yang masuk secara ilegal ke perairan Natuna, wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.
Ketua Bidang Luar Negeri DPP PDI Perjuangan Ahmad Basarah mengatakan, sikap dan kewajiban mempertahankan kedaulatan negara termasuk yang telah ditetapkan melalui Konvensi PBB Tentang Hukum Laut pada 1982 atau The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982) merupakan perjuangan dan harga mati.
“Tugas melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia tidak bisa ditawar-tawar. Sikap Menteri Luar Negeri Indonesia, Bakamla, dan seluruh jajaran TNI sangat patriotik untuk tidak memberikan toleransi sedikitpun bagi kapal asing tanpa izin menerobos wilayah kedaulatan NKRI,” tandas Ahmad Basarah, Sabtu (4/1/2020).
Wakil Ketua MPR ini mengatakan, ketegasan Kemenlu, Bakamla dan TNI tersebut membuktikan bahwa di dalam menjaga kedaulatan merupakan cermin dari seluruh rakyat Indonesia. Warga negara yang merdeka 17 Agustus 1945 itu tidak akan pernah berkompromi dan mundur sedikitpun dalam menjaga tanah air.
“Terlebih apa yang dilakukan untuk melindungi kedaulatan teritorial NKRI tersebut juga sesuai hukum internasional,” lanjut Basarah.
Ketegasan ini juga sesuai dengan amanat Pembukaan UUD NRI 1945 yaitu untuk melindungi bangsa dan segenap tumpah darah Indonesia termasuk di dalamnya melindungi kedaulatan teritorial NKRI berdasarkan hukum yang berlaku termasuk hukum internasional.
Dia menegaskan, Tiongkok sebagai bagian bangsa-bangsa dunia yang hidup dalam pergaulan internasional wajib tunduk pada hukum Internasional terlebih berststus anggota dari UNCLOS 1982. Sebagai anggota, Tiongkok tidak bisa membuat aturan hukum sendiri terkait hukum laut yang bertentangan dengan UNCLOS 1982.
Menurutnya, klaim sepihak Tiongkok atas perairan Natuna sebagai bagian dari wilayah kedaulatannya berdasarkan aturan nine dash-line yang dibuat sendiri tidaklah dapat mengikat negara-negara lain termasuk Indonesia.
“Bagi Indonesia keputusan Permanent Court of Arbitration (PCA) tahun 2016 sebagai pelaksanaan UNCLOS 1982 dalam penyelesaian sengketa antara Filipina melawan Tiongkok yang putusannya tidak mengakui dasar klaim atas 9 garis putus maupun konsep traditional fishing right adalah mengikat semua negara,” paparnya.
Basarah menambahkan, bangsa Indonesia adalah bangsa yang cinta damai dan ingin hidup berdampingan dengan negara-negara lain di dunia secara damai dan bersahabat. Namun bangsa Indonesia lebih mencintai kedaulatan dan kehormatan bangsa dan negaranya jika ada negara lain yang ingin mengganggu kehormatan dan eksistensi kedaulatan NKRI.
“Kami minta seluruh pejabat pemerintah Republik Indonesia satu bahasa dan satu sikap mendukung sikap tegas Kementerian Luar Negeri RI dalam menyikapi kedaulatan NKRI di perairan Natuna. Jangan ada sikap abu-abu dalam hal menjaga kehormatan dan eksistensi kedaulatan NKRI,” pungkasnya. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS