JAKARTA — Situasi ekonomi nasional terus menunjukkan tanda-tanda pelemahan. Dalam Rapat Kerja Komisi VII DPR RI bersama Kementerian Perindustrian (Kemenperin) di Senayan, Selasa (29/4/2025), anggota Komisi VII DPR RI, Novita Hardini, menegaskan perlunya langkah konkret dan terukur dari Kemenperin dalam merespons tekanan ekonomi yang semakin nyata.
Berdasarkan hasil survei LPEM FEB UI, sebanyak 55% ahli menilai kondisi ekonomi Indonesia memburuk.
Pelemahan rupiah, kejatuhan IHSG yang memicu trading halt, hingga lesunya pasar tenaga kerja menjadi indikator kuat. Ditambah lagi, prediksi kontraksi pertumbuhan ekonomi membuat kekhawatiran publik semakin meluas.
“Di tengah situasi global yang tidak menentu dan tekanan ekonomi dari dalam negeri, Kemenperin harus tampil sebagai garda depan. Kita tidak bisa hanya duduk menunggu. Perlu langkah-langkah cepat, progresif, dan menyentuh langsung kebutuhan industri dalam negeri,” tegas Novita, dalam keterangan resminya, Selasa (29/4/2025).
politisi fraksi PDI Perjuangan itu.
Legislator perempuan satu-satunya dari Dapil 7 Jawa Timur itu juga menyoroti sejumlah tantangan eksternal. Seperti ketidakstabilan geopolitik dan dampak kebijakan Presiden AS Donald Trump yang menghantam perekonomian global.
Sementara itu, dari dalam negeri, Indonesia masih dibayangi beban utang, defisit APBN, tekanan kurs, hingga meningkatnya gelombang PHK. Deflasi pun turut mencerminkan melemahnya daya beli masyarakat.
Menurut politisi PDI Perjuangan asal Trenggalek tersebut, situasi ini menuntut pemerintah, khususnya Kementerian Perindustrian, untuk segera memperkuat fondasi ekonomi nasional melalui strategi yang berorientasi jangka panjang.
“Kita butuh stimulus fiskal yang tepat sasaran, penguatan industri manufaktur, dan percepatan transformasi digital. Hilirisasi sumber daya alam jangan berhenti, tetapi juga harus diiringi dengan penguatan ketahanan pangan dan energi,” ujarnya.
Tak hanya itu, dia juga menekankan pentingnya keberpihakan terhadap industri dalam negeri, penertiban praktik nakal dari investor asing. Seperti tidak patuh dalam membayar pajak, serta penyederhanaan birokrasi perizinan yang selama ini menghambat pelaku usaha lokal.
“Kalau Kemenperin hanya berfokus pada angka makro tanpa sentuhan langsung ke akar persoalan, kita akan terus tertinggal. Target pertumbuhan ekonomi 8% tidak akan tercapai tanpa industrialisasi yang inklusif dan berkelanjutan. Keberpihakan pada industri lokal dan ketegasan regulasi adalah kunci menuju pemulihan ekonomi yang adil dan berdaya saing.” tutupnya. (red/pr)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS