SURABAYA – Pengajar Departemen Politik FISIP Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Airlangga Pribadi Kusman, penulis buku “Merahnya Ajaran Sukarno, Narasi Pembebasan Ala Indonesia,” mengatakan bahwa dengan buku setebal 570 halaman itu, dirinya ingin memberi titik tekan kepada rasionalitas gagasan, praksis politik, dan aktualisasi dari gagasan-gagasan Sukarno.
Terutama tentang Marhaen-Marhaenisme, sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, api Islam, dan spiritualitas Bung Karno yang selama ini dinilai seringkali absen dalam kajian tentang Sukarno.
“Itulah mengapa saya memilih judul ”merah”. Karena dalam kajian semiotik politik dunia, warna merah kerap kali diidentikkan dengan kekuatan politik. Biasanya berpijak pada agenda-agenda politik demokrasi-kerakyatan baik sosialisme, sosialisme-demokratik maupun populisme kiri serta nasionalisme-internasionalisme Dunia Ketiga,” ujar pria yang akrab disapa Angga ini dalam acara bedah buku yang digelar Badan Pendidikan dan Latihan (Badiklat) DPD PDI Perjuangan Jawa Timur di Surabaya, Sabtu (17/6/2023), dalam menyambut Bulan Bung Karno.
Tak hanya itu, lanjut Angga, di situlah dirinya meletakkan posisi ideologis Sukarno dalam kancah pertarungan politik nasional dan internasional. Direktur Centre of Statecraft and Citizenship Studies, Universitas Airlangga ini menambahkan, ”Narasi Pembebasan ala Indonesia” yang menjadi anak judul bermakna bahwa pijakan awal dari semesta pemikiran Sukarno adalah nasib kekalahan dan ketertindasan yang dialami oleh rakyat. Utamanya dalam belenggu struktural sebagai persoalan yang harus dijawab dan diselesaikan berdasarkan pemahaman atas susunan masyarakat Indonesia dan dunia.
Menurutnya, corak pemikiran Sukarno memiliki karakter analisis sosial yang kuat bertumpu pada radical imagination. Yakni kemampuan untuk membayangkan realitas baru melampaui kondisi dan keadaan lama yang berpijak pada pemahaman atas posisi subjek rakyat dan lingkungan sosial yang ada disekelilingnya.
”Yang menjadi fokus dari buku saya ini tentang bagaimana kita memahami metode berpikir Sukarno dan bagaimana kita menelusuri pandangan dan gagasan intelektual Sukarno secara lebih mendalam. Sesuatu yang dalam gagasan Sukarno disebut ’menjebol dan membangun’,” katanya.
Dalam konteks kekinian, berdasarkan atas penggalian pemikiran Sukarno yang berjejak pada pemahaman atas kehendak untuk merdeka, susunan masyarakat beserta hukum-hukum sejarahnya, maka aktualitasnya lebih relevan saat ini dibandingkan pada era Sukarno. Karya ini berpijak dalam uraian ajaran-ajaran Sukarno secara non-dogmatik dan non-doktriner.
Bagi Angga sendiri, penerbitan bukunya ini adalah bagian dari wujud kekagumannya pada sosok Sukarno yang istimewa. Secara pribadi, bukunya terhubung dengan sejarah keluarga, penggalian atas makna menjadi Indonesia, dan perjalanan hidup sebagai sarjana ilmu politik dari Universitas Airlangga Surabaya.
”Semoga diterima oleh publik pembaca di Indonesia. Selamat membaca dan semoga bermanfaat bagi kita semua,” ujar peraih gelar Ph.D dari the Asian Studies Centre, Murdoch University itu.
Sekadar informasi, dalam kegiatan bedah buku “Merahnya Ajaran Sukarno, Narasi Pembebasan Ala Indonesia” ini turut hadir Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto sebagai keynote speaker.
Selain itu, bedah buku yang dimoderatori Ketua Persatuan Alumni (PA) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Jawa Timur Deni Wicaksono itu juga menghadirkan dua narasumber. Yakni anggota DPR RI Puti Guntur Soekarno dan Connie Rahakundini, akademisi, penulis, pengamat bidang militer dan hankam. Serta dihadiri oleh Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi. (dhani/set)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS