JEMBER – Para pakar hukum tata negara (HTN) menegaskan jika Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) Dr Sri Untari Bisowarno MSi hanya butuh ketegasan Menteri Koperasi dan UKM. Mereka menyatakan, Menkop tidak usah ragu untuk mengakui kepemimpinan Sri Untari yang legalitasnya jelas.
Penegasan pakar HTN dari seluruh Indonesia itu disampaikan sebagai rekomendasi dalam Forum Group Discussion (FGD) yang digelar Fakultas Hukum Universitas Negeri Jember (Unej) di Jember sejak 19-20 Juli 2020.
Menurut Dosen Tata Negara Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Dr Agus Riewanto, sesuai kajian hukum, Ketua Umum Dekopin yang tepat adalah yang tidak bertentangan dengan Keppres No.6 Tahun 2011 tentang Pengesahan Anggaran Dasar (AD) Dekopin dan Undang-Undang No 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Yakni Munas Dekopin yang memilih Sri Untari sebagai Ketua Umum Dekopin periode 2019-2024.
Agus menyampaikan bila pendapat hukum itu merupakan pendapat yang tepat dan bisa dipertanggung-jawabkan. Alasannya karena telah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Pendapat hukum ini merupakan wujud nyata peran pemerintah dalam menyelesaikan persoalan legalitas kepengurusan Dekopin. Terutama dalam mewujudkan tujuan penyelenggaraan perkoperasian Indonesia,” jelas Agus, sebagaimana keterangan yang diterima media ini, Rabu (22/7/2020).
Karena itu, pihaknya minta pemerintah dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UKM, untuk bisa mengambil langkah yang tegas.
Menurut Agus, sesuai fakta-fakta dan argumentasi hukum, FGD menghasilkan beberapa rekomendasi. Di antara rekomendasi itu adalah syarat keberlakuan AD Dekopin termasuk AD hasil perubahan telah ditentukan secara jelas dan tegas pada Pasal 59 UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
Selain itu pada Pasal 36 AD Dekopin yang disahkan dengan Keppres No. 6 Tahun 2011, sebut Agus, isinya wajib mendapat pengesahan dari pemerintah.
Karena itu, tegas dia, Menkop tidak usah ragu untuk mengakui kepemimpinan Untari karena legalitasnya jelas.
“Kalaupun ada yang menggugat dasarnya tidak akan kuat. Karena yang dilakukan pihak Nurdin Halid, melakukan perubahan suatu Anggaran Dasar Dekopin. Hasil perubahan tersebut belum mendapat pengesahan dari pemerintah,” ujarnya.
Berdasarkan hal tersebut, jelas dia, AD hasil perubahan itu belum berlaku. Sehingga tidak sah karena berimplikasi tidak bisa menjadi dasar hukum bagi pengambilan keputusan atau kebijakan organisasi.
“Pada saat, hasil perubahan itu belum mendapat pengesahan dari Pemerintah, maka yang masih sah berlaku adalah Anggaran Dasar yang asli (sebelum perubahan) yaitu Anggaran Dasar sebagaimana disahkan dengan Keputusan Presiden No. 6 Tahun 2011,” terangnya.
Kedua, lanjut Agus, sesuai Pasal 19 ayat (3) AD Dekopin yang masih sah berlaku yang disahkan dengan Keputusan Presiden No. 6 Tahun 2011 disebutkan bahwa Ketua Umum Dekopin dipilih secara langsung, dengan masa jabatan paling lama 2 (dua) kali berturut-turut.
“Berdasarkan ketentuan tersebut, maka, Ketua Umum yang menjabat lebih dari dua kali berturut-turut adalah tidak sah. Dengan demikian, terpilihnya Nurdin Halid sebagai Ketua Umum Dekopin yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 19 ayat (3) Anggaran Dasar Dekopin adalah tidak sah dan tidak memiliki legalitas untuk bertindak atas nama Dekopin,” ungkapnya.
Ketiga, papar dia, pendapat hukum Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan nomor PPE.PP.06.03-1017. Pendapat hukum tertanggal 2 Juli 2020 itu menyatakan terpilihnya Nurdin Halid sebagai Ketua Umum Dekopin 2019 – 2024 tidak sah.
Alasannya karena melanggar UU No.25 Tahun 1992 dan AD Dekopin yang disahkan dengan Keppres No.6 Tahun 2011. “Jadi pemilihan Ketua Umum Dekopin yang tepat dan benar itu tidak bertentangan dengan Keputusan Presiden No.6 Tahun 2011,” tegasnya.
Karena itu, tambah Agus, sesuai UU No.25 Tahun 1992 yaitu Munas Dekopin yang memilih Untari sebagai Ketua Umum Dekopin 2019-2024 merupakan pendapat hukum yang bersifat mengikat.
Hal ini dikarenakan kewenangan untuk memberikan penafsiran hukum atas isi suatu peraturan perundang-undangan di lingkungan pemerintah merupakan kewenangan dari Kemenkum HAM sebagai kementerian yang menangani urusan pemerintahan di bidang hukum dan peraturan perundang-undangan.
Keempat, FGD merekomendasikan agar Kemenkop dan UKM perlu untuk menindaklanjuti pendapat hukum Dirjen Peraturan Perundang-Undangan Kemenkum HAM nomor PPE.PP.06.03-1017 tanggal 2 Juli 2020 melalui berbagai kegiatan kemitraan dengan Dekopin. Tindak lanjut pendapat hukum tersebut oleh Kemenkop dan UKM, merupakan satu kesatuan sikap pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan Dekopin.
“Tindak lanjut ini diperlukan supaya Dekopin bisa segera bekerja. Itu demi mewujudkan fungsinya, sebagai organisasi tunggal gerakan koperasi dalam memperjuangkan kepentingan sebagai pembawa aspirasi koperasi Indonesia,” jelas dia.
Terhadap pihak-pihak yang keberatan terhadap pendapat hukum Kemenkum dan HAM terkait Keabsahan Pengurus Dekopin, menurut Agus hendaknya menempuh jalur konstitusional yang tersedia.
“Menghindari upaya pemaksaaan kehendak dengan tindakan-tindakan penyelesaian yang tidak berdasarkan prinsip-prinsip negara hukum demokratis sebagaimana ditegaskan dalam UUD 1945,” pungkasnya.
FGD yang juga mengkaji persoalan hukum dalam rangka mendorong dan mengembangkan iklim serta kondisi perkoperasian yang demokratis sesuai dengan prinsip koperasi Indonesia itu dihadiri para pakar HTN di Indonesia. Di antaranya UNS Surakarta Prof. Dr. Jamal Wiwoho, Guru Besar FH Universitas Padjajaran Prof. Susi Dwi Harijanti, Ph.D, Guru Besar FH Universitas Diponegoro Prof. Dr. Benny Riyanto; dan Guru Besar FH Unej Prof. Dr. Dominikus Rato.
Lalu ada juga Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Dr. Oce Madril; Pakar Hukum Administrasi Negara FH Unika Atmajaya Yogyakarta Dr Riawan Tjandra; dan Direktur LKBH FH UNS Dr. Agus Riewanto.
Disamping itu ikut juga dalam FGD tersebut Ketua Studi Pancasila dan Penyelenggaraan Dr. Jimmy Z. Usfunan, Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) FH Unej Dr. Bayu Dwi Anggono, serta para akademisi dan peneliti dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia lainnya. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS