SURABAYA – Ketua Komisi D DPRD Kota Surabaya, Khusnul Khotimah, menilai kinerja camat dan lurah di lapangan masih kurang maksimal. Menurutnya, hal tersebut karena pihak tersebut kurang masif dalam mensosialisasikan beragam program inovasi Wali Kota Surabaya.
“Banyak program inovasi pak wali kota yang sebenarnya sangat bagus, tapi di lapangan tidak berjalan. Masalahnya apa? bukan karena programnya, tapi karena kurangnya sosialisasi di masyarakat,” kata Khusnul Khotimah, Kamis (2/12/2021).
Dia mengatakan, sejak dilantik menjadi Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi telah banyak meluncurkan beberapa program inovasi untuk masyarakat.
Ia mencontohkan, salah satu program Wali Kota Eri yang telah diluncurkan dan cukup gebyar adalah program Lontong Kupang. Saat ini, program tersebut masih belum tersosialisasi dengan masif di masyarakat, padahal program ini gratis.
Program Lontong Kupang ini merupakan kepanjangan dari Layanan Daring One Gate System atau satu pintu kerja sama Dispendukcapil Surabaya, Pengadilan Agama dan Kementerian Agama.
Salah satu layanannya adalah melayani pengajuan isbat nikah yang dipusatkan di tingkat kelurahan. Layanan ini dinilai cocok bagi warga yang statusnya masih nikah siri.
“Di Surabaya pernikahan dengan status nikah siri itu banyak. Padahal nikah siri itu tidak memiliki hukum tetap. Jika terjadi apa-apa, pemerintah tidak bisa memberikan intervensi lebih jauh karena legalitas pernikahannya tidak ada,” ujarnya.
Selain itu, anggota Fraksi PDI Perjuangan itu turut menyoroti kasus salah seorang warga di Kenjeran, yang tidak mampu membayar tunggakan biaya perawatan anaknya di RSUD dr Soetomo.
Orang tua tersebut, ternyata juga tidak menikah secara sah di Kantor Urusan Agama (KUA) yang memiliki hukum tetap, tapi berdasarkan nikah siri.
“Saya sempat datang ke rumah Ibu Eni (Eni Susilowati) ibu dari Natasya Aurelia Cahya Putri yang didiagnosa sakit serius dan harus dirawat di RSUD dr Soetomo. Saya tanya ke beliau, ternyata beliau itu nikah siri. Anaknya tidak tercover BPJS, karena tidak masuk data base MBR (masyarakat berpenghasilan rendah),” jelasnya.
Kasus seperti ini, lanjut dia, aparat di bawah seperti lurah, camat, RW atau RT langsung gerak cepat bisa menyosialisasikan program Lontong Kupang, agar mengikuti sidang istbat nikah.
“Ada lagi kasus pernikahan siri, yang akhirnya tidak memiliki kekuatan hukum tetap. Ada salah seorang perempuan yang ternyata istri ketiga, dan nikahnya nikah siri. Setelah terjadi apa-apa, pemerintah tidak bisa bantu karena pernikahannya belum diakui negara,” bebernya.
Dengan banyaknya permasalahan di lapangan, Khunusl mewanti-wanti agar seluruh aparat Pemkot Surabaya utamanya yang di bawah langsung gercep, ketika wali kota melaunching program inovasi.
“Jangan sampai, gebyar inovasi itu hanya saat seremonial di atas saja. Tapi di bawah tidak jalan. Kan eman, padahal program itu sangat bagus dan bermanfaat untuk masyarakat,” ujarnya. (nia/set)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS