NGAWI – Usulan agar proses pilkada langsung dikembalikan ke DPRD menuai reaksi berbagai pihak. Tak terkecuali di daerah, seperti Ketua DPC PDI Perjuangan Ngawi Budi Sulistyono menegaskan ketidaksetujuannya.
“RUU Pilkada sangat mencederai proses demokrasi yang diperjuangkan bersama,” tandas Budi Sulistyono, Minggu (14/9/2014).
Di satu sisi urai Budi Sulistyono, Pilkada melalui mekanisme perwakilan DPRD tidak mencerminkan transparansi politik demikian pula hak rakyat secara konstitusi dirampas. “Pada prinsipnya kita hanya tunduk pada rakyat karena merekalah yang mempunyai kedaulatan sebagaimana yang diatur pada undang-undang kita ini,” kata pria yang juga Bupati Ngawi itu.
Sikap yang sama ditunjukkan Ketua DPRD Kabupaten Ngawi Dwi Rianto Jatmiko. Dia dengan tegas menolak perubahan RUU Pilkada itu.
Menurutnya, RUU tersebut bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 yang menyebut bahwa kedaulatan tertinggi ada di tangan rakyat. “Kepala daerah lahir dari rakyat jadi yang menentukan ya harus dari rakyat sendiri jangan melalui perantara siapapun juga,” terang Antok, sapaan akrab Dwi Rianto.
Upaya ditolaknya RUU Pilkada secara aturan sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 setidaknya memuat 4 prinsip demokrasi jika dikaitkan secara langsung. “Pada hakekatnya prinsip demokrasi mengakomodasi kedaulatan rakyat, presidensil, pemilihan demokrasi dan otonomi daerah sendiri. Maka jika dikaitkan satu sama lain dari 4 prinsip tersebut sangat bermakna pemilihan kepala daerah juga harus dilakukan secara langsung,” urainya.
“Kalau RUU itu dipaksakan jelas menjadi langkah mundur dari proses cita-cita demokrasi. Di negeri ini kedaulatan tertinggi ada di tangan rakyat jadi mereka secara langsung pula diberi ruang dalam menentukan siapa calon pemimpinnya,” tegas Antok yang juga Sekretaris DPC PDI Perjuangan Ngawi itu. (sa)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS