MAKASSAR – Calon Presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo mengenakan baju hitam saat menghadiri acara Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Universitas Negeri Makassar (UNM) di Hotel Four Points by Sheraton, Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (18/11/2023).
Acara bertema “Reposisi Praktik Demokrasi Pancasila dan Ekonomi Menuju Indonesia yang Berkeadilan” itu juga melibatkan berbagai tokoh, seperti pengamat politik Rocky Gerung, pengamat ekonomi Awalil Rizky, dan pakar hukum tata negara Prof. Zainal Arifin Mochtar.
Dalam sambutannya, mantan Gubernur Jawa Tengah 2 periode itu menyentuh isu gejolak penegakan hukum di Indonesia yang tengah menjadi perhatian. Menurutnya, penegakan hukum saat ini tidak tegas, dan lemahnya penegakan hukum merupakan peringatan keras.
Ganjar bahkan mengakui ada makna simbolisme dalam pemilihan baju hitam yang dia kenakan. Menurutnya, baju hitam yang dia pakai merupakan simbol penegakan hukum yang saat ini tidak tegas.
Di acara itu, Ganjar mendapat pertanyaan dari Prof Zainal Arifin Mochtar tentang kondisi penegakan hukum, pemberantasan korupsi, HAM hingga demokrasi yang saat ini melenceng, serta bagaimana mengembalikannya.
“Dengan kondisi begini, membuat arus baliknya bagaimana? misalkan kalau kita melihat KPK berantakan betul, MK, orang bilang Mahkamah Keluarga, membuat arus baliknya. Kira-kira, Mas Ganjar membayangkan sebagai seorang presiden, mau membalikan ke arus yang baik itu bagaimana?” kata Prof Zainal.
Pertanyaan itu dijawab Ganjar dengan tenang, namun mengisyaratkan ketegasan. Ganjar kemudian menceritakan alasannya memakai kemeja warna hitam di beberapa kesempatan. “Bagaimana kemudian kenapa saya memakai kemeja warna hitam,” tutur Ganjar.
Dia kemudian melanjutkan bahwa situasi hukum saat ini harus dikembalian arahnya, sehingga kepercayaan publik bisa pulih.
Di antaranya dengan penegakan hukum yang berkeadilan, dengan melibatkan dukungan dari berbagai elemen masyarakat, seperti agamawan, ilmuwan, budayawan, dan media.
“Ketika kewenangan itu ada, dan diberikan kepada seorang pemimpin, pemimpinnya yang kemudian membikin arusnya itu dibalik,” terangnya.
Ganjar kemudian menyatakan perlunya perubahan regulasi jika diperlukan untuk memastikan efektivitas upaya pemulihan kepercayaan publik.
Ganjar juga menyoroti pentingnya melibatkan semua pihak terkait, termasuk media, dalam membangun arus balik yang positif.
“Dukungan kedua adalah kolaborasinya dengan kondisi sosiologis yang terjadi di masyarakat, agamawan, ilmuan, budayawan, media. Ketika kegelisahan itu semuanya muncul, rasanya ini yang mesti diakomodasi, untuk kemudian membalikkan situasi itu. Dan ketika regulasinya tidak mencukupi, ya diubah regulasinya,” jelas Ganjar.
Secara tegas, capres yang berpasangan dengan Mahfud MD itu juga ikut mengritisi penegakan hukum, HAM, pemberantasan korupsi, dan demokrasi saat ini yang dinilainya mengalami kemunduran. “Ya dengan kasus ini (MK) jeblok. (Nilainya) 5,” sebutnya.
Pernyataan itu diperkuat dengan data yang dipaparkannya. Yakni persepsi penegakan hukum saat ini hanya 30,7 persen. Untuk memperbaiki, Ganjar menyatakan yang harus dilakukan ialah supremasi hukum untuk melindungi seluruh warga.
“Sementara untuk indeks hukum dan HAM pada 2017-2022 memiliki skor 6,2. Sehingga yang harus dilakukan ialah memperkuat lembaga HAM, perkuat pendidikan HAM pada publik,” tandasnya. (red/pr)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS