SURABAYA – Ketua Komisi C DPRD Surabaya, Eri Irawan menepis anggapan bahwa Kota Surabaya menolak kehadiran bus Trans Jatim.
Eri mengatakan, pengembangan transportasi umum di wilayah perkotaan seperti di Kota Pahlawan harus terintegrasi dengan perencanaan jangka panjang yang disusun Dinas Perhubungan (Dishub) Surabaya.
Hal itu dia sampaikan terkait batalnya rencana trayek baru (Koridor VII) bus Trans Jatim dengan alasan tidak mendapat izin masuk Terminal Joyoboyo Surabaya dan arus lalu lintas yang dilewati sangat macet.
Rencananya, koridor VII bus antarkota milik Pemprov Jatim tersebut dirancang melintasi Sidoarjo, Gresik, dan Surabaya.
Eri Irawan menjelaskan tiga poin penting terkait polemik Trans Jatim Koridor VII. Pertama, terkait tudingan bahwa Pemkot Surabaya menolak Trans Jatim masuk ke Terminal Intermoda Joyoboyo (TIJ).
Dia menilai, langkah Pemkot Surabaya sudah sesuai karena tetap mengakomodasi kehadiran Trans Jatim melalui sistem intermoda.
Menurutnya, bus antarkota seperti Trans Jatim sebaiknya berhenti di batas kota, seperti Karangpilang, untuk selanjutnya disambut oleh layanan feeder dari Dishub Surabaya.
Baca juga: Soal Bus Trans Jatim Koridor VII Tak Bisa Masuk Surabaya, Ini Penjelasan Eri Cahyadi
“Artinya, sebenarnya sudah ada solusi. Jangan seolah-olah Surabaya menolak, padahal sudah diberi skema lanjutan. Apalagi, saat ini integrasi antara Trans Jatim dan moda transportasi lokal di Surabaya sudah berjalan melalui halte-halte yang saling terhubung,” jelas Eri Irawan, Sabtu (19/7/2025).
Kedua, politisi PDI Perjuangan ini menyoroti pentingnya pendekatan berbasis data dalam menentukan rute layanan.
Menurutnya, Dishub Jatim dan Dishub Surabaya sama-sama menghadapi keterbatasan sumber daya, sehingga pengembangan rute harus mempertimbangkan pola bangkitan perjalanan dan waktu tempuh.
Dia menyebut, rute yang dipermasalahkan itu berpotensi memakan waktu lebih dari tiga jam hingga tiba di Surabaya, sementara pola pergerakan penumpang belum optimal.
“Kalau hitungan bangkitannya rendah dan waktu tempuhnya lama, tentu pembiayaannya tidak efisien. Itu yang saya dengar jadi pertimbangan utama kenapa rute dialihkan ke Lamongan. Jadi jangan Surabaya dijadikan kambing hitam,” ujarnya.
Ketiga, Eri menekankan pentingnya koordinasi lintas sektor dalam membangun sistem transportasi umum yang efektif. Dia mengajak semua pihak, baik di tingkat pusat maupun daerah, untuk mengedepankan komunikasi dan kolaborasi demi menciptakan layanan yang tepat sasaran.
Selain itu, lanjutnya, ke depan perlu dilakukan mitigasi bersama antara Pemprov Jatim dan Pemkot Surabaya dalam membuka rute baru maupun merancang skema integrasi antarmoda agar pelayanan benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat.
“Jangan simplifikasi masalah dengan menyebarkan narasi bahwa rute ini batal karena tidak bisa masuk TIJ. Komunikasi yang solid dan integrasi kebijakan jadi kunci keberhasilan sistem transportasi,” pungkas Eri. (nia/pr)