SURABAYA – Tahap awal pembuatan perda sebagai kebijakan politik daerah bisa dari usulan eksekutif. Pun berlaku sebaliknya, bisa pengajuan dari dewan yang dikenal dengan istilah perda inisiasi.
Seperti apa proses menginisiasi perda oleh seorang anggota dewan? Begini tahapannya seperti dijelaskan secara sederhana oleh Ketua Sementara DPRD Jatim 2019-2024 Kusnadi SH MHum dalam acara Pendidikan Kader Penugasan Khusus Legislatif dari PDI Perjuangan, Sabtu (7/9/2019).
“Apakah bisa seorang anggota dewan membentuk perda? Tentu bisa, ini memang kewenangan dewan seperti diatur dalam Undang-undang Pemerintahan Daerah dan UU MD3,” kata Kusnadi yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Jatim ini.
Pembuatan perda oleh seorang anggota dewan, lanjut Kusnadi, bisa diawali dari pengusulan rancangan perda. Secara teknis seperti diatur peraturan perundangan, usulan dilakukan oleh minimal 5 anggota dewan dari minimal 2 fraksi yang berbeda.
“Juga disertai naskah akademik dan draf rancangan perda. Ini seperti diatur UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” katanya.
Agar usulan bisa disetujui, hemat Kusnadi, drat usulan mesti memuat sejumlah aspek. Yakni aspek filosofis yang melatarbelakangi rancangan perda.
Kemudian aspek yuridis dan berikutnya aspek sosiologis soal apakah perda bisa dijalankan atau tidak di suatu daerah.
Baca juga:
Begini Legislator PDIP Akan Menjalankan Tugasnya
Fungsi Legislasi Dewan, Pakar UU: Pentingkan Kualitas, Jangan Kuantitas
Pada tahap berikutnya usulan dimasukkan ke program legislasi daerah (prolegda) yang disahkan melalui rapat paripurna antara dewan dan pemerintah daerah. Isi dari prolegda adalah sejumlah draf rancangan perda baik usulan dari eksekutif maupun inisiasi dari legislatif.
Selanjutnya jika draf rancangan sudah masuk prolegda, secara otomatis akan melalui tahapan berikutnya, yakni pembahasan. Badan Pembentukan Perturan Daerah (Bapemperda) sebagai alat kelengkapan tetap dari dewan, kemudian menentukan prioritas rancangan perda apa saja yang akan dibahas.
Bapemperda juga menjadwalkan waktu pembahasan rancangan perda tersebut antara pihak pemerintah daerah dengan dewan.
Pada tahap pembahasan, seorang anggota dewan bisa melibatkan masyarakat dari berbagai komponen, khususnya yang terkait dengan tema rancangan perda, untuk mendapatkan masukan sebanyak-banyaknya. Termasuk studi banding kunjungan kerja (kunker) ke daerah lain untuk mendapatkan pengetahuan dari daerah tujuan.
“Saat kunker ya harus membawa naskah-naskah rancangan perda. Sebanyak mungkin menggali pengetahuan dari daerah tujuan. Kunker jangan diniatkan pelesir, karena tidak ada gunanya kalau niatnya seperti itu,” kata Kusnadi mewanti-wanti.
Kusnadi melanjutkan, setelah pembahasan akan dilanjutkan dengan proses pengesahan. Tak kalah penting dari proses pengajuan (usulan), pembahasan, hingga pengesahan, adalah mengawal pelaksanaan perda.
“Dewan bisa memberikan waktu minimal 6 bulan kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan perda,” ujarnya.
Tetapi Kusnadi mengingatkan agar anggota dewan memperhatikan kewenangan daerah sebelum membuat usulan perda.
Semisal soal perizinan angkutan umum. Untuk yang antar provinsi, maka perizinannya menjadi kewenangan pemerintah pusat.
Untuk antar kota/kabupaten kewenangan provinsi, dan untuk antar kecamatan menjadi kewenangan kabupaten/kota. “Kewenangan daerah seperti ini juga harus diperhatikan terlebih dulu,” terangnya.
Kusnadi pun memberikan masukan kepada peserta, jika visi misi saat pencalegan bisa digali lebih lanjut untuk dipertimbangkan sebagai bahan dalam pengajuan rancangan perda.
Diberitakan sebelumnya, 343 anggota DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota se-Jatim dari PDI Perjuangan mengikuti pendidikan kader penugasan khusus legislatif di Hotel Utami, Jl Raya Juanda Sidoarjo. Acara digelar Kamis sampai Minggu (5-8/8/2019). (her)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS