BANYUWANGI – Kelompok Tani Sumber Urip Desa Watukebo, Kecamatan Blimbingsari, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, mulai melepaskan diri dari ketergantungan pada pupuk bersubsidi. Secara swadaya, mereka mengoptimalkan pupuk organik dengan memanfaatkan limbah ternak.
Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, mengatakan bahwa pengolahan pupuk organik di kelompok tani tersebut dilakukan saban hari di kandang ternak sapi yang menjadi unit pengolahan pupuk organik (UPPO) dengan kapasitas satu ton pupuk organik.
“Meskipun menjadi tempat pengolahan pupuk organik yang bahannya dari limbah ternak, ternyata tidak bau. Ini keren dan bisa dicontoh kelompok tani lainnya,” ujar Bupati Ipuk di Banyuwangi, Kamis (23/3/2023).
Menurut Bupati Ipuk, pihaknya sangat mengapresiasi kelompok tani tersebut. Dia berharap, pemanfaatan pupuk organik dapat membantu kebutuhan pupuk petani yang sempat mengalami kelangkaan.
Selain itu, jelas politisi PDI Perjuangan itu, pupuk organik sebagai upaya agar petani mulai beralih ke pertanian organik yang lebih ramah lingkungan dan prospek pasarnya juga lebih bagus.
“Saya minta Dinas Pertanian untuk terus memberikan pendampingan agar banyak petani yang beralih ke pupuk organik,” terangnya.
“Apalagi untuk pupuk bersubsidi dari pemerintah pusat kian lama terus berkurang, sehingga pupuk organik menjadi alternatif,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Kelompok Tani Sumber Urip Desa Watukebo, Saidi, mengatakan para petani di kelompoknya mulai beralih ke pupuk organik. Meskipun tidak bisa lepas sepenuhnya, mereka perlahan beralih ke pupuk organik.
“Kalau saya sudah 100 persen pakai pupuk organik. Memang perlu perlahan-lahan agar petani mau pakai pupuk organik. Di kelompok kami ada yang sudah 25 persen pakai pupuk organik, ada juga yang baru 15 persen,” ujar Saidi.
Menurut Saidi, pengolahan limbah ternak menjadi pupuk organik tersebut dilakukan dengan pendampingan Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Banyuwangi. Kelompok Tani Sumber Urip tercatat ada 104 anggota dan terdapat 38 ekor sapi peranakan ongole (sapi PO) dengan berbagai turunannya seperti limousin, brahman dan simental yang mereka kembangkan dan fokus pada proses pembibitan ternak.
Kelompok Tani Sumber Urip mengolah kotoran sapi yang dicampurkan dengan cocopeat dan dapat menghasilkan 1ton pupuk setiap harinya. Cocopeat sendiri sangat mudah didapat karena bahan utamanya adalah sekam atau tempurung buah kelapa yang diolah atau dihaluskan hingga menjadi butiran seperti serbuk kayu, yang mana produk akhirnya adalah cocopeat.
“Pembuatan pupuk organik sangat mudah dan murah. Satu ekor menghasilkan sekitar 20 kg kotoran sapi. Untuk proses pembuatan dari kotoran menjadi pupuk sekitar 15 hari. Kini dengan kami bisa menghasilkan rata-rata 1 ton pupuk organik tiap hari,” jelasnya.
Kotoran sapi merupakan penghasil asam humat alami yang dapat meningkatkan Ph tanah secara optimal. Asam humat berfungsi meningkatkan porositas tanah mengikat oksigen, hingga menahan air lebih baik. Dengan menggunakan pupuk organik ini dapat menyeimbangkan Ph tanah dengan asam humat secara alami. Harapannya, kata Saidi, produksi tanaman juga meningkat karena kesuburan tanahnya meningkat.
Saidi juga menjelaskan, Kelompok Tani Sumber Urip mendapat sertifikat organik untuk ruang lingkup padi, dari Lembaga Sertifikasi Organik Seloliman (Lesos). Beras organik tersebut dinyatakan telah memenuhi persyaratan Sistem Pertanian Organik melalui Internal Control System (ICS).
“Alhamdulillah Desember 2022 beras kami telah mendapat sertifikat organik. Ini memacu kami untuk terus mengembangkan pertanian organik,” tuturnya.
Beras organik memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi daripada beras umumnya. Satu kilogram untuk beras putih organik dihargai Rp15.000, dan untuk beras merah organik harganya Rp 25.000 per kilogram. (set)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS