JAKARTA – Ada beberapa alasan mengapa Presiden Joko Widodo menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada pertengahan November ini. Salah satunya, rekomendasi Faisal Basri, Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi.
Faisal menganjurkan pemerintah menaikkan harga BBM pada November 2014, saat harga barang-barang konsumsi menurun. Jika harga BBM bersubsidi dinaikkan pada November, dampak inflasinya tidak akan terlalu besar.
Jika harga BBM dinaikkan pada Desember, menurut Faisal, inflasi sangat tinggi karena saat itu biasanya masyarakat berbelanja untuk kebutuhan akhir tahun. Inflasi biasanya kembali menurun pada April, “Namun, jika pemerintah menunggu April, itu terlalu lama,” kata Faisal Basri.
Hal serupa diutarakan Badan Pusat Statistik (BPS), yang menyarankan agar harga BBM bersubsidi naik pada November karena secara historis nilai inflasinya rendah. BPS menyatakan, inflasi Januari-Oktober 2014 mencapai 4,19 persen.
Jika harga BBM naik Rp 3.000 per liter, ada tambahan inflasi 1,7 persen pada November 2014. Masih memenuhi asumsi APBN-Perubahan 2014.
Faktor eksternal yang memperkuat alasan kenaikan harga BBM di bulan November adalah turunnya harga minyak mentah dunia, sehingga harga minyak Indonesia (ICP) ikut turun. Pada Oktober, ICP hanya 83,72 dolar AS per barel, jauh di bawah ICP Juli yang sebesar 104,3 dolar AS per barel.
Begitu pula Mean of Platts Singapore (MOPS), turun ke bawah 100 dolar AS per barel. Dengan demikian, subsidi yang dihemat pemerintah bisa jauh lebh besar ketimbang saat ICP tinggi.
Seperti diberitakan, pemerintah menetapkan harga premium dari Rp 6.500 per liter menjadi Rp 8.500 per liter dan solar dari Rp 5.500 menjadi Rp 7.500. Pemerintah memastikan bahwa semua stok BBM tersedia sehingga tidak perlu panik dan mengantre di pom bensin.
Sementara, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, dari kenaikan harga BBM bersubsidi ini, pemerintah akan mampu mengalihkan dana subsidi BBM itu ke sektor produktif yang nilainya lebih dari Rp 100 triliun.
“Sebagai gambaran awal, kebijakan hari ini akan berikan tambahan untuk belanja produktif di atas Rp 100 triliun,” kata Bambang di Istana Kepresidenan, Senin (17/11/2014).
Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, nilai persis dari pengalihan subsidi BBM ini akan terlihat dalam RAPBN-P 2015 yang kini tengah disiapkan pemerintah. Pengalihan subsidi itu akan ditujukan untuk sektor produktif, seperti pembangunan infrastruktur, perlindungan sosial untuk keluarga miskin dan hampir miskin, serta mewujudkan sektor maritim.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Andrinof Chaniago mengungkapkan bahwa subsidi BBM dialihkan untuk produksi pangan, seperti perbaikan irigasi dan pendirian irigasi baru. “Dalam dua tahun, Indonesia akan swasembada beras,” jelasnya.
Selain itu, Andrinof menuturkan, pengalihan subsidi BBM akan diberikan untuk realisasi pembangunan pembangkit listrik hingga pengembangan sektor kelautan serta perbaikan jalan. “Ini memprioritaskan untuk kepentingan masyarakat yang lebih produktif,” kata dia. (pri/*)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS