LAMONGAN – Pertunjukan tari Boran dan tari Mayang Madu menjadi pembuka Musancab PAC PDI Perjuangan se-Kabupaten Lamongan yang digelar serentak, Selasa (25/5/2021). Tarian digelar tak sekadar pemanis panggung. Lebih dari itu mengandung filosofi sekaligus simbolisasi. Apa itu?
Menurut Wakil Ketua Bidang Kaderisasi dan Ideologi DPC Lamongan, Erna Sujarwati, ada filosofi mendalam melekat pada kedua tarian tersebut.
“Tari Boran itu memiliki filosofi yang sangat mendalam tentang bagaimana kegigihan serta perjuangan para penjual nasi boran untuk mencari rejeki,” kata Erna ditemui usai musancab.
Penjual nasi boran banyak di temukan di pinggir-pinggir jalan Kota Lamongan. Para penjual yang umumnya “wong cilik” ini, menggunakan boran atau wadah berbahan anyaman bambu sebagai tempat nasi. Nasi Boran termasuk kuliner tradisional khas Lamongan.
Sementara tari Mayang Madu, lanjut Erna, sebuah tarian untuk mengenang dan menghormati perjuangan Sunan Mayang Madu atau lebih dikenal sebagai Sunan Drajat dalam menyebarkan agama Islam. “Tarian ini sebagai pengingat bagi kita semua, masyarakat Lamongan, agar teguh menjalankan apa yang diajarkan Sunan Mayang Madu, dalam hal ini adalah Agama Islam,” katanya.
Untuk diketahui, Drajat adalah sebuah nama desa di Kecamatan Paciran, Lamongan. Desa ini, dulunya, adalah pusat kegiatan dakwah dari Raden Qoshim. Sehingga Raden Qoshim, putra dari Sunan Ampel tersebut, digelari sebagai Sunan Drajat.
“Kedua tarian menggambarkan keseharian masyarakat Lamongan,” pungkas Erna Sujarwati.
Pertunjukan kesenian dihadirkan dalam musancab sebagai upaya dari DPC Lamongan untuk memberikan ruang berekspresi para pekerja seni. Sebab di masa pandemi Covid-19 ini, masih diberlakukan pembatasan untuk pagelaran-pagelaran seni dalam skala besar. (ak/hs)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS