BANGKALAN– Pada mulanya iseng. Abdul Halim, seorang pengrajin miniatur kapal, tak menyangka karya dikenal di berbagai penjuru dunia. Lelaki asal Kampung Paseraman, Desa Kamal, Kecamatan Kamal sukses merintis usahanya tahun 1994 bersama dua temannya.
Sebelumnya, Abdul Halim bekerja di bekerja sebagai tenaga harian Divisi Kapal Niaga Hull Outfiting (HO) di PT PAL Indonesia. Berbekal pengalaman di PT PAL Indonesia ini, Abdul Halim mampu menciptakan miniatur kapal dalam segala model dan ukuran. Lelaki kelahiran Bangkalan 17 Desember 1969 tersebut mengawali karirnya di Perusahaan galangan kapal itu sejak tahun 1991.
Selama di PT PAL Indonesia, Halim mengikuti pameran terapung yang berisi miniatur kapal di PT PAL Indonesia. Pengalaman itu memberinya ide untuk melakukan percobaan.
”Masak orang Madura tidak bisa menciptakan miniatur kapal semacam itu,” kata Halim, menuturkan ide awal yang mengusiknya, Sabtu (22/5/2021).
Setelah tiga tahun bekerja di PT PAL Indonesia, tepatnya tahun 1993, Halim berhenti. Kemudian dia meneguhkan niat dan tekadnya untuk memulai usaha miniatur kapal di awal tahun 1994. Bersama dua temannya, dia memulainya dengan otodidak, menggunakan bahan seadanya: mika, fiberglass, dan beberapa plastik. Waktu itu, Halim dan teman-temannya benar-benar memulainya tanpa persiapan.
Tentang nama “Cakraningrat” pada usaha miniatur kapalnya, Halim terinspirasi oleh pahlawan Cakraningrat yang berasal dari Madura. “Kami ingin pahlawan Madura tetap dikenal, dan kami juga ingin membantu membangun Madura dengan usaha ini,” tutur Halim.
Perjalanan Halim dan teman-temannya menjajakan karyanya juga Panjang. Mereka berkelana mencari pembeli dan peminat. Dari satu ke kantor lainnya, mereka menawakan karyanya dengan membawa berkas yang tersimpan dalam map rapi.
”Dulu saat mencari peminat di kalangan Madura sangat sulit, hingga akhirnya kami menemukan garapan kapal perang BFP 57,” jelasnya dengan nada menggebu-gebu di ruang kerjanya.
Kata Halim, garapan kapal perang dengan model BFP 57, milik tentara yang dibayarkan dengan uang arisan. Sehingga pembiayaannya melalui sumbangan. Para anggoata TNI itu belum punya uang, tapi ingin membuat miniatur kapal. Setelah garapan kapal perang tersebut Halim dihubungi oleh PT PAL Indonesia, yang seolah tidak percaya pada karya yang diciptakan oleh mantan pekerjanya. PT PAL Indonesia mendatangi rumah produksinya, yang saat itu masih di rumah Halim di Kampung Paseraman.
Usai melakukan survey, PT PAL Indonesia memesan satu miniatur kapal. Mereka menawarkan harga Rp 800 ribu untuk miniatur kapal dengan skala 1:100. Tetapi Halim menolak lantaran belum berani mematok harga tinggi dan masih meragukan kualitas garapannya.
”Saya bingung, mau dihargai 800 ribu, kok malah saya larang. Saya beri harga Rp 400 ribu,” ungkap Halim.
Perusahaan yang baru berjalan satu tahun tersebut belum yakin bahwa garapannya layak untuk dijual dengan harga tinggi. Tapi pesanan PT PAL Indonesia akhirnya menumbuhkan keyakinan dalam diri Halim dan teman-temannya.
Halim pernah menggarap miniatur Kapal yang dipesan oleh Dirjen Perhubungan Republik Indonesia 2013. Itu kapal yang besar dengan panjang dua meter. Karya itu dipajang di Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
”Sementara ini garapan saya terbesar adalah ukuran dua meter. Ada kapal ikan, ada juga kapal minyak, paling kecil dihargai 1.500.000, sedangkan yang paling besar mencapai 13.000.000. Semua bergantung kesulitan,” kata Halim.
Selain melayani peminat dalam negeri, Halim juga mendapatkan pesanannya dari Australia, Belanda, dan beberapa negara lainnya. Karya Halim pernah diikutkan pameran di Eropa. Dia juga diajak bekerjasama oleh salah satu pengusaha miniatur kapal di Australia.
Beberapa perusahaan kapal di Madura yang menjadi mitra kerja Halim dalam membuat miniature kapal antara lain, PT Adiluhung Saranasegara Indonesia ASSI, dan PT Dharma Lautan Utama Surabaya. ”Mereka rutin memesan kapal pada saya setiap tahunnya, sehingga pemesanannya sudah bisa dipersiapkan dari jauh hari,” pungkas Halmi. (set)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS