SUASANA tegang menyelimuti peserta Kongres Pemuda II Tahun 1928, menjelang acara penutupan pada 28 Oktober.
Musababnya, Wage Rudolf Supratman mengedarkan selebaran bertuliskan lirik lagu Indonesia Raya, yang di dalam liriknya terdapat kata Merdeka. Lagu tersebut rencananya dinyanyikan bersama seluruh peserta.
Kata Merdeka itu pula yang membuat peserta kongres tegang. Maklum, sejumlah pejabat pemerintah kolonial Hindia-Belanda hadir dalam acara dengan penjagaan ketat dari tentara di luar arena.
Sutan Remy Sjahdeini dalam Sejarah Hukum Indonesia (2021) seperti dikutip dari tirto.id, mencatat bahwa sebelum menghadiri Kongres Pemuda II, WR Soepratman memang ingin menyanyikan lagu Indonesia Raya. Rencananya, lagu itu akan ia lantunkan saat jeda istirahat kongres.
Kata ‘merdeka’ yang diulang-ulang di dalam syair lagu tersebut membuat Ketua Kongres Pemuda II Soegondo Djojopuspito meminta WR Supratman untuk tidak menyanyikannya di Kongres.
Singkat cerita, WR Supratman hanya memainkan instrumennya dengan biola.
Banyak peserta kongres yang meminta lagu itu agar dimainkan kembali. Bahkan, satu peserta, yaitu Dolly Salim yang merupakan anak pertama Haji Agus Salim telah menghapal syair “Indonesia Raya.”
Baca juga: Lirik Lagu Indonesia Raya 3 Stanza
Dengan beberapa pertimbangan, akhirnya lagu tersebut dinyanyikan kembali dengan syair oleh Dolly Salim dengan catatan kata “merdeka” diganti dengan kata “mulia.”
Diburu Tentara Hindia-Belanda
Berbagai catatan sejarah menyebutkan, WR Supratman lahir di Purworejo Jawa Tengah, pada 1903. Kemudian ikut kakaknya, Roekijem merantau ke Makassar pada 1914.
Suami Roekijem atau kakak ipar WR Supratman, Van Eldik, gemar bermusik dengan menggunakan biola. Hal itu membuat Supratman tertarik untuk menggeluti kesenian serupa.
Seiring waktu, ia mahir memainkan biola dan mendirikan band bernama Black and White yang bergenre jazz pada 1920 bersama Van Eldik.
Namun, pada 1925, WR Supratman menjadi jurnalis di Sin Po. Hingga saat membaca sebuah artikel tentang perlunya lagu kebangsaan Indonesia, naluri bermusiknya pun tumbuh kembali. Jadilah lagu Indonesia Raya.
Pasca Kongres Pemuda ke-II, lagu Indonesia Raya menjadi booming di kalangan pergerakan. Bahkan PNI menjadikan lagu Indonesia Raya sebagai lagu wajib yang harus dinyanyikan saat kongres, pada Desember 1929.
WR Supratman pun menjadi buruan polisi rahasia pemerintah kolonial Hindia-Belanda karena lagu tersebut. Pemerintah, pafa 1930 resmi melarang penggunaan lagu Indonesia Raya dalam kegiatan apapun.
Sang pencipta lagu kebangsaan itu pun memukai kisah pelariannya. Berpidah-pindah kota. Dari Cimahi, Pemalang, hingga akhirnya ke Surabaya. Sempat tertangkap oleh pemerintah kolonial, namun akhirnya dilepas.
Ketika itu, kesehatan WR Supratman tidak sedang baik-baik saja. Komposer dan jurnalis itu pun mengembuskan nafas terakhirnya pada 17 Agustus 1938 dan dimakamkan di Jln Tambak Segaran Wetan Surabaya. (hs)
Artikel ditulis oleh Laras Lathi Ariasta dalam program magang kesastraan di Unit Media DPD PDI Perjuangan Jawa Timur.
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS