SURABAYA – Ratusan ribu warga Surabaya yang menjadi pengurus RT, RW maupun LKMK bakal kehilangan hak politiknya, menyusul keluarnya Perwali Nomor 38 Tahun 2016.
Sebab, dalam Perwali 38/2016 yang diundangkan pada 24 Oktober 2016 itu disebutkan, pengurus RT, RW dan LKMK di Kota Surabaya, pada periode kepengurusan 3 tahun ke depan tidak boleh memegang KTA Parpol.
Menurut Wakil Ketua Komisi A DPRD Surabaya Adi Sutarwijono, kalau Perwali 38/2016 diterapkan, itu sama saja dengan melarang warga negara menjadi anggota partai politik.
“Padahal, menjadi anggota parpol bagi seorang warga negara itu dilindungi UU HAM dan UU Parpol, di mana hak warga negara untuk berserikat dan menjadi anggota parpol dijamin secara konstitusional,” tandas Adi Sutarwijono, Selasa (1/11/2016).
Legislator yang juga Wakil Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Surabaya ini menyebutkan, terbitnya Perwali 38/2016 mengacu pada Permendagri Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Lembaga Kemasyarakatan. Permendagri tersebut keluar saat Mendagri dijabat (almarhum) M Ma’ruf.
Setelah dia melacak konsideran peraturan pemerintah dan undang-undang di atasnya, ternyata tidak ada ketentuan larangan menjadi anggota parpol. Malah, PP dan UU Nomor 32 Tahun 2004 yang menjadi landasan Permendagri 5/2007, ungkapnya, sudah dihapus dan sudah diganti.
Di Surabaya, urai Awi, sapaan Adi Sutarwijono, terdapat 10.782 RT, RW dan LKMK. Kalau satu institusi saja berisi 10 pengurus, sebutnya, maka dalam 3 tahun ke depan sebanyak 107.820 warga Surabaya akan kehilangan hak politiknya menjadi anggota parpol.
“Itu angka di Kota Surabaya. Bagaimana jika ketentuan larangan menjadi anggota parpol itu juga diterapkan di daerah-daerah lain?” ucapnya.
Fakta di lapangan, tambah dia, menunjukkan di antara pengurus RT, RW dan LKMK banyak yang menjadi anggota, kader dan pengurus partai politik.
“Lucu juga, Wali Kota Surabaya adalah anggota partai politik. Dan, wakil wali kota adalah pimpinan parpol. Tapi pengurus RT, RW dan LKMK tidak boleh menjadi anggota parpol. Tidak boleh punya KTA,” ujarnya.
Oleh karena itu, pihaknya mendesak Mendagri Tjahjo Kumolo segera mencabut Permendagri Nomor 5/2007, agar anggota parpol yang menjabat RT, RW dan LKMK di daerah lain, tidak kehilangan hak politiknya.
“Mendagri harus mencabut Permendagri 5/2007, agar pengurus RT/RW maupun LKMK tidak kehilangan hak politik sebagai anggota parpol,” tegas Awi.
Permendagri 5/2007, imbuh Awi, jelas-jelas upaya deparpolisasi, dan warisan rezim pemerintahan sebelumnya. “Sudah ngendon selama 9 tahun, tak tersentuh dan berlaku nasional, serta bertentangan dengan UU HAM dan UU Parpol. Saatnya sekarang diakhiri,” pungkas mantan wartawan ini. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS