SURABAYA – Anggota Komisi X DPR RI Puti Guntur Soekarno mengapresiasi Pemkot Surabaya yang memberikan ruang latihan bagi kesenian ludruk. Seni tradisional yang digandrungi masyarakat Jawa Timur, khususnya Surabaya ini, kata Puti, harus mulai diangkat kembali.
“Terima kasih Bu Risma (Wali Kota Surabaya) yang telah memberikan ruang latihan ludruk di pendopo Gedung GNI. Sepengetahuan saya, GNI juga punya nilai sejarah terhadap kesenian ludruk yang ada di Surabaya,” kata Mbak Puti, sapaan akrab Puti Guntur Soekarno kepada media ini, Jumat (13/3/2020).
Pada Kamis (12/3/2020) malam, Puti Guntur menyempatkan diri mengunjungi latihan Kidungan Jula-Juli oleh Komunitas Ludruk Arboyo pimpinan Cak Lupus dan Cak Hengki di gedung GNI, Jalan Bubutan 85-87, Surabaya.
Saat pertama kali datang, Puti lebih dahulu berdoa di makam pahlawan nasional dr Soetomo, yang satu area dengan gedung GNI.
Setelah diskusi singkat, Mbak Puti melihat langsung latihan kidungan Jula-juli oleh siswa binaan Komunitas Ludruk Arboyo. Dia pun kesengsem dan acungi jempol kepada anak-anak muda yang masih mau nguri-uri budaya daerah dengan mengikuti latihan kidungan Ludruk.
Menurut Puti, Ludruk merupakan salah satu kesenian budaya yang Surabaya banget. “Untuk kenal Surabaya, ya harus kenal ludruk dong,” ujar cucu proklamator kemerdekaan RI Bung Karno ini.
Saat diskusi berlangsung, politisi PDI Perjuangan ini mendapat telepon dari Guntur Soekarno Putra, ayahandanya. Dalam teleponnya, Guntur mengatakan sangat kangen sekali melihat pementasan ludruk, khususnya tari Remo dan kidungan Jula-juli Surabaya.
Putra pertama Soekarno ini juga menceritakan, Bung Karno hampir tiap tiga bulan sekali mengundang Ludruk Marhaen Surabaya untuk pentas di Istana Negara. “Bung Karno sangat kagum dengan tari Remo,” ungkap Guntur melalui teleponnya.
Mendengar itu secara spontan Cak Lupus beranjak berdiri dan melantunkan Kidungan Jula-Juli khas Suroboyo. “Kidungan Jula-juli merupakan ciri khas Ludruk. Tanpa kidungan Juli-juli itu bukan Ludruk,” terang Cak Lupus usai ngidung.
“Dan penari remo ludruk, juga harus bisa ngidung Jula-juli,” tambah pendiri Komunitas Ludruk Arboyo, yang anggotanya banyak dari kalangan muda pelajar ini.
Selain itu sebagai seniman ludruk, Cak Lupus dan Cak Hengki, menyampaikan keprihatinan dan harapannya. Menurut mereka, saat ini animo masyarakat terhadap kesenian Ludruk tidak sebaik zaman dulu.
“Namun ini merupakan tantangan bagi kami untuk terus melestarikan kesenian Ludruk asli Surabaya. Karena dengan seni budaya, seperti Ludruk ini, kita bisa bersatu dengan segala keanekaragaman suku, agama yang dimiliki bangsa ini,” tandas Cak Lupus, bersemangat. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS