Oleh: AYU SIANTORO
PUBLIK menyambut positif struktur kabinet profesional yang diumumkan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Keinginan untuk memasukkan nama menteri dari luar koalisi pendukung juga dilihat sebagai upaya pembentukan modal politik yang baik bagi pemerintahan Jokowi-JK ke depan.
Penilaian itu terangkum dalam jajak pendapat mengenai struktur kabinet yang diumumkan Joko Widodo dan Jusuf Kalla pada 15 September 2014. Secara umum, publik mengapresiasi kelompok profesional non-partai politik yang akan lebih banyak mengisi proporsi kementerian. Dari 34 posisi menteri yang diusulkan, 18 di antaranya diisi kelompok profesional dan 16 orang lainnya profesional dari parpol. Enam dari setiap sepuluh responden menyatakan apresiasi dan keyakinannya terhadap keberadaan kaum profesional nonparpol.
Apresiasi yang besar cenderung dinyatakan responden yang memilih Jokowi pada pemilu presiden lalu, yakni mencapai sekitar tiga perempat bagian. Bentuk kabinet yang diusulkan Jokowi-JK tersebut dipandang lebih baik daripada format pemerintahan sebelumnya dan menumbuhkan keyakinan. Selain dipandang bakal lebih jujur dan bersih, komposisi kabinet tersebut juga menumbuhkan keyakinan akan lebih terakomodasinya kepentingan rakyat secara nasional. Dari aspek-aspek kapabilitas, integritas, dan kemampuan memberantas mafia, secara umum responden pemilih Jokowi memberikan tanggapan positif.
Sementara itu, publik yang sebelumnya memilih Prabowo cenderung menyikapi dengan skeptis bahkan pesimistis. Kelompok ini bahkan cenderung tidak percaya akan kemampuan kabinet nantinya menyelesaikan persoalan rawan, seperti pemberantasan mafia migas. Komposisi responden pemilih Prabowo yang bersikap skeptis terlihat dari berimbangnya proporsi responden yang menilai positif dan negatif terkait beberapa isu. Sementara pesimisme terlihat dari komposisi tiga perempat bagian responden yang menyikapi condong negatif bentuk kabinet Jokowi-JK.
Keterbelahan sikap publik yang selama Pilpres 2014 memilih kandidat berbeda masih tampak bekasnya dalam kecenderungan penilaian anggota kabinet profesional dari parpol. Terhadap menteri asal parpol, secara umum, separuh bagian responden menunjukkan ketidakyakinan akan integritas dan orientasi kerakyatan mereka. Namun, tingkat kedalaman ketidakyakinan ini jauh lebih terlihat dalam kelompok pemilih Prabowo daripada kelompok pemilih Jokowi.
Namun, di samping keyakinan yang berbeda dari kedua kelompok pemilih itu, rupanya ada pula kesamaannya, yaitu dalam hal kesempatan menduduki jabatan menteri. Baik kelompok pemilih Prabowo maupun pemilih Jokowi sama-sama menyatakan perlunya kabinet mendatang membuka pintu bagi bergabungnya tokoh dari kalangan Koalisi Merah Putih. Proporsi responden pemilih Prabowo yang menghendaki langkah ini bahkan lebih besar (82,2 persen) ketimbang proporsi pemilih Jokowi (71,6 persen).
Bisikan rekonsiliasi antara kedua kubu tampaknya telah mulai digaungkan publik. Publik dari berbagai pilihan politik sama-sama berharap agar kubu Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK dapat bekerja sama dalam kabinet dan memulihkan lagi kondisi politik pasca pilpres. Sebanyak 74 persen responden berharap kabinet mendatang memfasilitasi terjalinnya kembali hubungan baik antara kedua kubu.
Kabinet kerja
Pesan bahwa publik ingin kabinet mendatang merupakan ”kabinet kerja” yang berorientasi kerakyatan memang tampak jelas. Bagi publik, permasalahan bangsa ini merupakan dampak kesalahan mengelola bidang-bidang sederhana akibat intervensi kepentingan. Misalnya, minimnya manajemen pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang baik. Selama ini, menteri yang mengurusi pengelolaan SDA, seperti migas, dinilai cenderung membela kepentingan parpol tempat ia menjadi anggota.
Harapan yang tinggi dilambungkan untuk sisi integritas menteri. Para menteri dari kalangan profesional diyakini lebih dari separuh responden jujur dan bersih. Ketika kasus korupsi menjerat menteri dari parpol, menteri independen menjadi angin segar. Publik menyangsikan para menteri dari parpol akan mengutamakan kepentingan rakyat. Dua dari tiga responden meyakini, para menteri masih akan mengedepankan kepentingan parpol mereka dalam membuat kebijakan.
Di sisi lain, sistem politik saat ini juga dituding ”berbiaya mahal” karena mobilisasi suara dalam pemilihan langsung. Sistem yang belakangan menjadi perdebatan politik antara kelompok koalisi Jokowi-JK dan Koalisi Merah Putih di DPR melalui RUU Pilkada ini perlu sejumlah perbaikan. Tanpa perbaikan aspek transparansi, pembatasan keuangan kampanye, dan sistem mobilisasi pemilih, parpol akan terus mengeruk dana politik dari kader-kader mereka di kementerian-kementerian.
Modal sosial
Secara garis besar, struktur kabinet Jokowi-JK memberikan sinyal harapan merangkul berbagai kubu politik dan kalangan profesional untuk membangun negeri. Berbeda dengan pemerintahan sebelumnya, Jokowi-JK lebih dahulu menyusun struktur kabinet sebelum menentukan siapa saja yang akan mengisinya. Metode tersebut dinilai tepat untuk bisa memahami persoalan-persoalan penting yang harus diselesaikan.
Harapan publik yang tampil serba positif terhadap bentuk kabinet baru tampak dari persetujuan penghapusan jabatan wakil menteri. Jabatan yang selama ini dinilai sebagai langkah antisipatif agar kelompok profesional mampu ”melengkapi” kinerja teknis sosok menteri dari parpol dinilai tak lagi tepat dijalankan. Dengan terlepasnya kepentingan parpol atas menteri di kabinet, mestinya jabatan wakil menteri tak perlu lagi ada. Sebanyak 72 persen responden setuju, jabatan wakil menteri hanya ditempatkan untuk Kementerian Luar Negeri.
Bagaimanapun, modal sosial berupa hadirnya kepercayaan publik terhadap bentuk pemerintahan baru telah mulai ternyatakan. Nyaris seluruh pemilih Jokowi-JK dan separuh lebih pemilih Prabowo menyatakan yakin bahwa kabinet baru nantinya akan mampu menjalankan pemerintahan. Modal sosial kepercayaan itu akan tumbuh makin besar jika Jokowi-JK tak lagi goyah dengan muatan kabinet yang terlalu diboboti kepentingan politik. Ujian pertama akan segera terlihat hasilnya saat pengumuman anggota kabinet. (LITBANG KOMPAS)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS