MADIUN – Masalah utama yang dihadapi petani tak hanya soal pupuk dan bibit, namun juga soal menurunnya jumlah tenaga penggarap sawah. Hal ini terungkap dalam dialog masyarakat dengan anggota DPRD Jatim SW Nugroho saat menggelar reses di Balai Desa Wungu, Kecamatan Madiun, Kabupaten Madiun, Sabtu (29/1/2014).
Diungkapkan Hendriono, seorang warga, minimnya tenaga penggarap sawah menjadi kerepotan tersendiri bagi petani di Madiun. Umumnya penggarap sawah saat musim tanam adalah kaum ibu.
Namun karena usia makin uzur dan tenaga berkurang, mereka tak lagi bisa ke sawah. Sementara ibu-ibu muda tak berminat bekerja di sawah.
“Akibatnya untuk membagi tenaga sampai harus diberlakukan sistem kupon. Siapa yang dapat kupon duluan, itu yang akan dapat giliran dikerjakan lebih dulu oleh para penggarap sawah. Ini kerepotan tersendiri bagi petani karena harus menunggu lama,” ujarnya.
Menghadapi hal ini, para petani yang bergabung dalam kelompok tani kemudian berharap ada bantuan pemerintah untuk menyediakan mesin pencocok tanam. Mesin itu diharapkan akan membantu kelancaran proses cocok tanam para petani.
Selain itu, para petani juga berharap ada koperasi khusus petani yang bisa membantu mengeluarkan mereka dari jerat tengkulak. Menjadi jamak bagi petani untuk menggadaikan sertifikat tanahnya pada tengkulak menjelang masa tanam padi. Mereka butuh modal untuk membeli bibit, pupuk, dan obat hama. Setelah panen baru sertifikat itu ditebus dengan menjual beras hasil panen pada tengkulak dengan harga dibawah pasar. Akibatnya petani kerap rugi.
SW Nugroho yang menampung keluhan petani menyatakan akan memasukkannya sebagai usulan program di pemerintah provinsi melalui DPRD. Selama 3 hari Nugroho menggelar reses di dapilnya itu. Di antaranya di desa Caruban, Madiun, dan Desa Tanjungkalang, Nganjuk. (sa)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS