SURABAYA – Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Surabaya Riswanto menyesalkan lemahnya pengawasan pekerjaan pembangunan di Kota Surabaya. Pasalnya ada temuan, proyek saluran air atau gorong-gorong di sepanjang Jalan Kiai Tambak Deres sampai Jalan Abdul Latif, Kelurahan Bulak, Kecamatan Bulak dikerjakan asal-asalan.
Saat menyidak lokasi proyek pada Selasa lalu, Riswanto menyimpulkan ada kejanggalan dalam pengerjaan proyek saluran tipe A tahap dua ini. Misalnya, di antara box culvert satu dengan yang lainnya, ada celah sekitar 5 sampai 7 cm.
“Ini kelihatan sekali kalau tidak sesuai spek. Antara box culvert satu dengan yang lain tidak rata, naik turun dan kelihatan celah atau lubang,” kata Riswanto, Jumat (17/6/2016).
Dengan pemasangan yang di luar aturan, sebut Riswanto, maka jika musim hujan material bakal masuk saluran lewat celah di antara box culvert, dan itu bisa menjadi endapan. Adanya endapan itu, tambah dia, bakal membuat saluran tidak berguna karena tersumbat endapan.
Pemasangan box culvert yang naik turun itu, terang Riswanto, bisa dipastikan karena tidak ada pasir di lapisan bawah dan samping kanan-kiri sebelum box culvert dipasang. Jika diberi alas pasir, tambah dia, pemasangan box culvert menjadi rapi dan rata, sehingga bagian atasnya sejajar, tidak naik turun.
“Harusnya di lapisan bawah, ada pasir biar bisa rata dan sejajar. Tujuannya supaya meredam pergerakan dan mengatur ketinggian box culvert biar levelnya sama. Ini kelihatan, lubangnya ditutup kayu dan triplek. Mestinya tidak boleh ada renggangan seperti ini,” kata Bang Ris, sapaan akrabnya.
Modus seperti ini, sebut Riswanto, biasanya dilakukan kontraktor nakal untuk mengurangi biaya produksi. Namun hasil garapannya tak sesuai perencanaan dan rawan rusak dalam waktu dekat.
Padahal, dengan dibangunnya saluran tipe A di wilayah Kelurahan Bulak ini diharapkan dapat meredam banjir, yang selama ini menghantui warga Bulak Cumpat, Kiai Tambak Deres, Bogorami, Bulak Rukem dan sekitarnya.
“Jalan ini juga jadi akses menuju Sentra Ikan Bulak (SIB). Kalau pengerjaan proyeknya seperti ini, kan percuma. Uang dianggarkan, tetapi hasilnya tidak maksimal. Setidaknya, PU juga harus tahu kondisi di lapangan dengan pekerjaan yang asal-asalan,” ujarnya.
Ketidakseriusan kontraktor dalam mengerjakan proyek saluran air ini, tambah Riswanto, juga terlihat dengan tidak adanya direksi kit, atau infrastruktur tempat rapat bagi kontraktor yang berbentuk bangunan semi permanen agar pengerjaan dan pengawasan terkontrol.
“Direksi kit-nya tidak ada, papan pengumuman juga tidak lengkap dan dibiarkan jatuh berserakan. Kalau kualitasnya kontraktor seperti ini, buang- buang anggaran namanya,” tandas Riswanto.
Proyek dengan nomor kontrak 611.41/0005.0.047/436.6.1/2016 ini dikerjakan kontraktor PT Tectonia Grandis sejak 13 April 2016. Proyek yang menelan anggaran Rp 6,8 miliar ini disidak dewan setelah dikeluhkan warga setempat. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS