SURABAYA – Ketua Komisi D DPRD Surabaya Agustin Poliana berharap ada solidaritas bersama untuk membantu para guru tidak tetap (GTT) yang tidak akan gajian hingga akhir tahun ini.
Politisi PDI Perjuangan ini juga minta Pemkot Surabaya mencari solusi untuk bantuan gaji GTT. Jika tak ada payung hukumnya, kata Agustin, pihak sekolah atau sesama guru bisa saling bantu.
Menurutnya, sejak pengambilalihan semua SMA/SMK ke Provinsi Jatim dan tak lagi dikelola Kota Surabaya, para honorer daerah itu tak gajian. Kondisi itu akan dialami para pengajar non-PNS itu hingga Desember mendatang.
Atas situasi ini, Pemkot Surabaya tak bisa berbuat apa-apa. Bahkan DPRD Kota Surabaya juga tak mampu berbuat banyak atas tidak gajiannya para GTT, dan juga pegawai tidak tetap (PTT) itu yang jumlahnya sekitar 3.000 orang.
Agustin mengatakan, pihaknya bisa memahami situasi para GTT yang sudah tak terima gaji. “Di satu sisi, mereka punya keluarga. Tapi di sisi lain belum ada aturan terkait penggajian mereka saat SMA SMK diambil alih provinsi,” katanya, kemarin.
Saat ini, operasional sekolah jenjang SMA/SMK hanya dicukupi dana BOS dari pusat. Sebelum Oktober ini, dana Bopda masih bisa dicairkan untuk menggaji GTT. Begitu diserahterimakan, dana Bopda tak bisa digunakan untuk pengajar non-PNS tersebut.
Begitu juga dalam regulasinya, sekolah yang bukan wewenang Pemkot Surabaya tak bisa menggunakan anggaran dari APBD Kota Surabaya. Sementara ada dana BOS dari pusat hanya untuk operasional sekolah. Tidak boleh untuk menggaji GTT.
“Kami bersama Pemkot Surabaya akan konsultasi ke Kementerian Dalam Negeri. Apakah BOS bisa untuk menggaji GTT. Sebab Surabaya tak berani menggunakan dana BOS untuk menggaji GTT,” ujar legislator yang akrab disapa Titin ini.
Konsultasi itu diperlukan, karena pihaknya tak ingin ada konsekuensi hukum jika menggunakan dana BOS untuk menggaji GTT. Konsultasi juga dilakukan ke kepolisian dan kejaksaan. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS