SURABAYA – Dosen Ilmu Politik Universitas Airlangga (Unair), Airlangga Pribadi Kusman, menjelaskan, prinsip bertata negara yang dibangun Presiden pertama Indonesia, yakni Ir. Soekarno, sangat relevan untuk diterapkan di masa kini.
Soekarno adalah tokoh yang berpikir revolusioner. Dasar negara pun lahir dari pengalaman historis panjang yang dirumuskan untuk mencapai tujuan merdeka bersama. Jika hal ini dipahami dan diimplementasikan dengan benar, maka kita bisa melihat bagaimana seharusnya perjuangan republik ini ke depan.
“Pemikiran beliau berdasar pada sosio-demokrasi, sosio-nasionalisme, dan prinsip ketuhanan yang kemudian dikembangkan menjadi pidato lahirnya Pancasila itu sangat penting untuk dipahami,” ucapnya saat menjadi salah satu pembicara dalam sarasehan dengan tema “Aktualisasi Pemikiran Bung Karno Dalam Tata Negara”, Sabtu (25/6/2022).
Sementara pegiat kajian kebangsaan dan Pancasila, Bambang Noorsena, mengatakan, tantangan yang dihadapi bangsa kini lebih berat dibanding dulu. Sebab, pasca reformasi sistem negara telah terbiasa liberal hingga demokrasi pun bersifat transaksional.
“Belum lagi pada masa Orde Baru, ada proses yang sangat masif desoekarnoisasi. Sehingga kegagalan orde baru dipahami sebagai kegagalan Pancasila, padahal itu terjadi karena penyimpangan Pancasila,” tuturnya.
Karena itu, diperlukan kerja sama dari seluruh pihak untuk mengembalikan porosnya. Dan partai nasionalis punya peran peran penting dalam mempertahankan ideologi Pancasila ini.
“Pendidikan Pancasila menjadi komitmen bersama, khususnya partai nasionalis. Kalau ada political wheel untuk menjadikan Pancasila sebagai bahan ajar itu harus dilakukan,” jelas Bambang.
Hal serupa disampaikan anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI, Arif Wibowo. Ia mencontohkan, salah satu hal yang mengkhawatirkan adalah kedudukan MPR yang kini sejajar dengan badan lainnya. Menurutnya, jabatan MPR memiliki andil besar dalam negara. Lembaga ini harusnya memegang kekuasaan tertinggi dan berfungsi untuk mengawal dan menjaga terlaksananya ideologi.
Namun setelah reformasi, kondisinya berubah. Jika kedudukannya sama dengan lembaga lain, maka lambat laun akan menimbulkan perseteruan antarpihak.
“Semua dalam satu kesatuan yang dibawahi oleh satu institusi yang supreme, yakni MPR. Yang jadi pertanyaan terpenting, dalam sistem ketatanegaraan ini adalah perubahan undang-undang kita,” ujarnya.
Karena itu, diperlukan kepekaan dan kerja keras bersama untuk meluruskan penerapan dasar negara yang sebelumnya melenceng.
“Karena itu MPR ditempatkan, posisi nya paling tinggi memiliki kewenangan di masa lalu untuk mengawal ideologi, dan sekarang coba kita hidupkan kembali garis besar daripada haluan negara,” ucap Wakil Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan itu. (nia/set)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS