MALANG – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang, Amithya Ratnanggani Siraduhita mendorong kolaborasi semua pihak untuk mewujudkan kesejahteraan buruh dengan memberi mereka upah yang layak.
Hal ini ia sampaikan saat menghadiri sarasehan dalam rangka peringatan Hari Buruh yang digelar Disnaker PMPTSP Kota Malang, Kamis (1/5/2025). Amithya menilai masih banyak buruh yang hak-hak ketenagakerjaannya termarginalkan.
“Saya berharap seluruh pihak dapat bersatu untuk mewujudkan kesejahteraan para pekerja. Saya memandang keadilan sosial dalam hal ini perlu kita wujudkan karena memang dalam masyarakat masih banyak yang termarjinalkan,” ajak Mia, sapaan akrabnya.
Menurutnya, para buruh masih banyak dihadapkan pada sejumlah permasalahan klasik. Salah satunya adalah pemberian upah kurang layak.
Artinya, selama ini para buruh masih belum banyak yang menikmati hasil kerjanya dengan pantas. “Padahal karyawan dan buruh juga berhak hidup layak,” ujarnya.
Meski begitu, legislator PDIP ini juga memberi acungan jempol bagi semua pihak yang turut berkontribusi dalam menciptakan kondusivitas iklim ketenagakerjaan di Kota Malang. Baik dari pekerja, perusahaan penyedia lapangan pekerjaan hingga unsur pemerintah.

“Saya apresiasi kepada seluruh pelaku usaha dan pelaku industri yang telah menjadi penyedia lapangan pekerjaan. Terlebih konsisten dalam memenuhi hak pekerja. Mulai upah layak hingga jaminan sosial,” jelas Mia.
Terlepas dari itu, dia juga tidak memungkiri jika saat ini iklim dunia usaha juga dihadapkan dengan situasi ekonomi yang sulit. Tak jarang sebuah perusahaan harus berhadapan dengan keputusan dilematis untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Dalam situasi ini, Mia menegaskan bahwa dalam upaya PHK tentu harus ada klausul kesepakatan yang benar-benar dapat mengakomodir kepentingan pekerja dan perusahaan.
“PHK ini sangat kita sayangkan kalau tidak ada klausul yang sama-sama menjadi kesesuaian antara pekerja dan pengusaha. Sehingga kasus ini masih tidak dapat kita terima dengan baik. Maka negara dan perusahaan harus bisa cari jalan tengah,” tutur Mia.
Tak hanya itu, isu soal pekerja perempuan dan anak-anak juga kerap dihadapi di sejumlah wilayah. Dari data yang ia himpun, di Indonesia masih ada lebih dari satu juta anak yang harus menjadi buruh meski masih belum berusia pekerja, yakni 18 tahun.
“Saya berharap seluruh perwakilan perusahaan di kota malang tidak turut melakunan hal tesebut. Saya berharap hal itu tak ada di Kota Malang. Kalaupun ada, kami siap mengadvokasi bersama,” harapnya. (ull/pr)











