JAKARTA – Ketua Panja Revisi UU Aparatur Sipil Negara (ASN) DPR RI, Arif Wibowo mengatakan, pegawai honorer kategori dua (K2) dan tenaga kontrak merupakan warisan pemerintah lalu.
Namun, masalah yang muncul terkait itu kini jadi beban pemerintah yang sekarang.
“Sebenarnya, masalah honorer K2 dan tenaga kontrak kan kesalahan masa lalu. Pemerintah sekarang yang diuber-uber,” ujar Arief Wibowo, Rabu (2/11/2016).
Politisi PDI Perjuangan yang duduk di Komisi II DPR RI ini menegaskan, kalau saja pemerintah sebelumnya mengakomodasi honorer K2 dan tenaga kontrak, masalahnya tidak akan panjang seperti sekarang.
“Munculnya tuntutan honorer K2 dan tenaga kontrak karena aturan pemerintah lama yang kebablasan. Contohnya, soal pengumuman hasil tes honorer K2 yang ternyata 30 persennya bodong. Kalau seleksinya transparan, tidak ada tuntutan lagi,” bebernya.
Dia berharap, begitu revisi UU ASN disahkan, masalah honorer K2 dan tenaga kontrak bisa tuntas. Di UU tersebut akan diatur, mana yang boleh di-CPNS-kan dan mana yang tidak.
“Ingat, revisi ini sifatnya terbatas karena nantinya ASN hanya terdiri dari PNS dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK),” tandasnya.
Kepada wartawan, dia juga menjelaskan soal belum diumumkannya hasil tes CPNS dari bidan PTT, guru garis depan (GGD), dan penyuluh pertanian.
Arif berpendapat, wajar bila kelulusannya belum diumumkan, lantaran dasar hukum pengadaan CPNS ketiga jabatan tersebut tidak ada. Menurutnya, rekrutmen bidan PTT, dokter PTT, penyuluh, dan GGD itu tidak sesuai dengan UU ASN.
Karena itu, DPR RI berinisiatif untuk merevisi UU tesebut agar semua honorer terakomodir. “Akan kami petakan mana yang masuk kategori layak di-CPNS-kan atau tidak. Kalau sekarang susah, karena payung hukumnya tidak ada,” terangnya.
Salah satu poin penting yang dituntut Komisi II DPR RI kepada pemerintah, imbuhnya, adalah jangan merekrut PNS baru sebelum UU ASN selesai direvisi. (goek/*)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS