Lewat Pertunjukan Wayang, PDIP Ingatkan Pentingnya Persatuan Bangsa

Loading

JAKARTA – PDI Perjuangan menggelar pertunjukan wayang kulit dengan dalang Ki Enthus Susmono, Sabtu (8/4/2017) malam. Pagelaran seni tradisional untuk memperingati HUT ke-44 PDIP ini memukau ribuan masyarakat di Kelurahan Kebagusan dan Lenteng Agung, Jakarta Selatan.

Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan, pagelaran ini diharapkan bisa mengingatkan pentingnya persatuan bangsa.

Pagelaran wayang dengan lakon Dewa Ruci ini juga dinilai penting, untuk mengingat bagaimana Islam masuk ke Indonesia dan Sunan Kalijogo memakai wayang sebagai sarana menyebarkan agama Islam.

“Melalui wayang ini kita ingat kembali persatuan bangsa. Juga belajar bagaimana Islam masuk ke Indonesia dan Sunan Kalijogo memakai wayang sebagai sarana menyebarkan agama Islam. Ada dimensi ketuhanan dan memperhatikan dimensi sosial. Melalui wayang kita melihat tatanan kehidupan melawan keankaramurkaan dilakukan,” kata Hasto.

Sehingga, tambah dia, PDIP sebagai rumah kebangsaan penting mengingatkan dalam Pilkada DKI Jakarta ini banyak pihak mengingkari prinsip dasar kekuatan bangsa Indonesia.

“Dengan prinsip kebangsaan inilah Indonesia dibangun untuk semua warga negara tanpa membedakan status sosial, jenis kelamin, suku, ras, agama. Makanya PDI-P tidak pernah membedakan-bedakan sesama masyarakat Indonesia,” jelasnya.

Hadir juga dalam acara itu, putri Proklamator RI Sukmawati Soekarnoputri maupun Lurah hingga RT dan RW di sekitar Kebagusan dan Lenteng Agung.

Dalang Ki Enthus sebelum memulai pentas mengaku diminta DPP PKB untuk menyukseskan Ahok-Djarot dalam Pilgub DKI Jakarta 2017. Terlebih, tak ada larangan dalam agama Islam untuk wayang.

Bahkan sebaliknya, wayang adalah sarana untuk dakwah. “Para ulama dan kiai NU menegaskan bahwa wayang adalah sarana dakwah Islam,” ujar Ki Enthus.

Bupati Tegal ini juga mengatakan bahwa Ahok ibarat kotak sudah ada isinya. “Kalau calon yang lain masih kosong dan kalau kotak kosong masih banyak bunyinya dan banyak omong padahal belum ada isinya. Tapi beda pilihan jangan merusak persatuan,” tegas Ki Enthus.

Dalam pagelarannya, Ki Enthus menggambarkan bagaimana perjuangan Bima mencari air kehidupan seperti halnya perjuangan Ahok-Djarot dalam membenahi DKI Jakarta yang banyak tantangan dan rintangan. Namun, Bima tetap terus melangkah menghadapi berbagai kendala itu. (goek)