BATU – Anggota DPRD provinsi dan kota/kabupaten dari PDI Perjuangan se-Jawa Timur yang mengikuti bimbingan teknik (bimtek) di Klub Bunga Resort, Kota Batu, mengikuti paparan soal proxy war, Sabtu (10/12/2016). Perang untuk menguasai suatu negara ini dipaparkan Letkol Inf Drs Didi Suhadi M.Ap dari Kodam V Brawijaya.
“Saat ini mayoritas masyarakat Indonesia tidak sadar sedang berada dalam dinamika perang proxy, karena perang ini tidak nyata, tapi terjadi,” kata Letkol Didi.
Perang proxy, jelas Didi, adalah upaya menghancurkan suatu bangsa tanpa menggunakan senjata sebagaimana perang konvensional. Perang ini menggunakan pihak ketiga sebagai proxy, atau kaki tangan, yang biasanya LSM, ormas, kelompok masyarakat, dan negara kecil.
Perang proxy, tambah Didi, saat ini banyak terjadi di negara yang kaya sumber daya alam energinya, seperti Indonesia. Karena itu, untuk keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, semua pihak harus mewaspadai ancaman proxy war.
“Dalam proxy war, sulit mendeteksi siapa kawan dan siapa lawan,” ujarnya.
Di Indonesia, proxy war sudah bisa dilihat saat lepasnya Timor Timur dari RI, karena di Celah Timor diketahui punya cadangan minyak yang sangat besar.
“Bangsa lain akan tetap datang ke Indonesia, karena memiliki kekayaan alam yang luar biasa. Karena kekayaan alamnya sebagian besar adalah sumber energi yang tidak tergantikan,” urai Didi.
Untuk menguasai sumber daya alam Indonesia, jika dengan kekuatan senjata dinilai tidak mungkin, maka bisa dilakukan misalnya dengan menekan kesadaran bangsa Indonesia. Sehingga tanpa sadar penguasaan atas SDA Indonesia bisa dilakukan.
Didi menambahkan, energi fosil dunia akan habis 2056. Tapi dengan asumsi konsumsi naik, tidak harus menunggu 2056, tapi diperkirakan tahun 2045 sudah habis
Kalau energi fosil habis, lanjutnya, akan digantikan oleh bio energy yang dihasilkan oleh tumbuhan.
“Lagi-lagi Indonesia menjadi sasaran karena kesuburan tanahnya, akan sangat kerepotan karena ketersediaan nabati akan dibagi menjadi dua yaitu untuk pangan dan untuk energi,” ujarnya.
Banyak media bisa jadi sarana perang proxy, seperti yang dipaparkan Didi. Di antaranya narkoba, yang jadi media perang proxy paling baik. Sesuai data, Indonesia sudah masuk darurat narkoba, karena sekitar 5,1 juta orang menjadi pengguna narkoba.
Jika perang proxy tidak diantisipasi, imbuhnya, maka keutuhan bangsa akan terancam. Cara menghadapi proxy war adalah dengan memperkuat jiwa dan semangat nasionalisme, yang di antaranya dengan menghargai produk-produk dalam negeri.
Juga perlu membentuk ketahanan pribadi yang meliputi ketahanan ideologi, politik, dan ekonomi. “Atau dengan membentuk karakter bangsa dengan cara membangkitkan kembali semangat dan budaya gotong royong dimulai dari usia dini,” kata Didi.
Menurut Letkol Didi, komitmen dari banyak pihak diperlukan untuk menyelesaikan masalah ini. Salah satunya, sebutnya, bisa melalui bimtek seperti yang sedang dilakukan bagi legislator dari PDI Perjuangan saat ini. (goek)