JEMBER – Gelaran pemilihan kepala desa (pilkades) di Kabupaten Jember, Jawa Timur, di bawah ancaman petaruh. Partisipasi pemilih diprediksi akan menurun, hal tersebut disebabkan oleh perbuatan dari petaruh yang ingin memenangkan kandidat jagoannya dengan segala cara.
Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Jember, Tabroni, mengingatkan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Jember, bahwa setiap pemilihan kepala desa pasti banyak orang yang bermain.
“Kita sering melihat bandar masuk dalam pemilihan kepala desa. Mereka bisa menggunakan kekuatan jaringan dan dana mereka untuk mempengaruhi hasil pilkades,” ujar Tabroni di Jember, Selasa (6/6/2023).
Salah satu cara yang dipakai petaruh adalah membeli surat undangan memilih untuk warga. Politisi PDI Perjuangan Jember tersebut mengatakan bahwa sering menemui di lapangan adanya jual beli kartu undangan pemilihan.
“Warga yang berhak, tidak menerimanya. Ini mengakibatkan mereka tidak datang ke TPS. Ini harus dipahami pemangku kebijakan,” jelasnya.
Tabroni juga menegaskan, bahwa Komisi A DPRD Jember telah sepakat bahwa siapapun yang sudah terdaftar sebagai pemilih dipersilakan menggunakan haknya walau tidak memiliki kartu undangan.
“Harapannya memang mereka hadir atau tidak berdasarkan kepentingan mereka sendiri. Jadi, kepala desa adalah yang dipilih rakyat atas dasar hati nurani, bukan karena intervensi kekuatan modal,” ujarnya.
Tabroni mengajak pemangku kepentingan dan kebijakan mulai berpikir serius untuk melahirkan kepala desa berdasarkan aspirasi rakyat dan bukan intervensi modal.
“Sistem pilkades kita perbaiki setiap tahun. Salah satunya, semua pembiayaan pemilihan kepala desa ditanggung APBD. Bukan calon kepala desa yang menanggung,” tuturnya.
Pria yang juga menjabat sebagai Wakabid Ideologi dan Kaderisasi DPC PDI Perjuangan Jember itu juga menambahkan, pihaknya ingin inovasi regulasi terus dilakukan. Dengan demikian calon kepala desa cukup didasarkan pada kelayakan kriteria untuk maju dalam pemilihan.
“Kalau mereka tidak punya uang, tapi didukung rakyat, mereka punya potensi menang. Karena tidak seperti dulu, harus membayar sekian puluh juta untuk jadi calon karena dana (partisipatif) tersebut digunakan untuk operasional pemilihan,” terangnya.
“Sehingga kita bisa membatasi ruang gerak kekuatan modal tadi. Kita selama ini tidak bisa mengontrol berapa besar uang yang digunakan (untuk pemenangan),” tandasnya. (alfian/set)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS