SURABAYA – Anggota Komisi E DPRD Provinsi Jawa Timur Deni Wicaksono, menilai Jawa Timur seperti tidak memiliki kepemimpinan dalam menghadapi pandemi Covid-19.
Sebab, sebut Deni, karena duet kepemimpinan Gubernur Khofifah Indar Parawansa dan Wagub Emil Dardak tidak memiliki desain strategi jelas, apalagi ditambah keduanya tidak mampu menjadi teladan publik di tengah pandemi yang belum berakhir.
“Tapi kita bersyukur, di tengah langkah dan strategi Pemprov Jatim yang tidak komprehensif dalam penanganan pandemi, kita masih memiliki para tenaga kesehatan yang bekerja penuh ketulusan. Terima kasih untuk bapak-ibu insan kesehatan,” ucap Deni, Minggu (4/7/2021).
Politisi muda alumnus Universitas Airlangga itu menyebut ada tiga catatan penting yang membuatnya menilai seperti tidak ada kepemimpinan di Jatim terkait penanganan pandemi.
Pertama, Pemprov Jatim tidak memiliki desain strategi dan eksekusi yang terintegrasi dalam menghadapi pandemi. Publik tidak melihat bagaimana gubernur memiliki desain strategi yang jelas berikut eksekusinya dalam penanganan pandemi.
Baca juga: PPKM Darurat, Ini Pesan Kusnadi bagi Masyarakat Jatim
“Soal 3 T, misalnya, tidak ada kepemimpinan dari Pemprov Jatim. Kita tidak pernah tahu bagaimana Pemprov Jatim mengejar rasio tracing ke tahap ideal 1:30. Juga bagaimana dengan target tes 1 per 1.000 penduduk, lalu berapa persentase kasus positif bisa dilacak kontak eratnya dalam sekian jam, berapa target persentase kontak erat yang melakukan karantina mandiri,” bebernya.
Deni juga menilai tidak ada mitigasi pada skenario-skenario terburuk. Misalnya bila kasus aktif mencapai 50.000, apa yang sudah disiapkan Pemprov Jatim.
Juga bila sekian nakes terpapar seperti yang saat ini terjadi, apakah Pemprov Jatim sudah memiliki solusinya.
“Jika ada skenario terburuk, misal Covid-19 memuncak sampai 50.000 kasus aktif, apa yang sudah disiapkan Gubernur? Tidak ada. Seolah semua kebijakan diambil tiba-tiba, tanpa perencanaan, rakyat yang jadi korban,” ujarnya.
“Daerah jalan sendiri-sendiri, dengan kreativitas dan keterbatasannya. Bahkan nyaris tanpa kajian epidemiologi dalam penanganan pandemi di daerah, di mana seharusnya Pemprov Jatim punya kesadaran dan kemampuan untuk itu,” tambah dia.
Contoh lainnya, lanjut Deni, adalah soal pengetesan, di mana saat ini berdasarkan Instruksi Mendagri terdapat target tes harian pada masing-masing kabupaten/kota.
“Apa yang dilakukan gubernur? Hanya menerbitkan keputusan yang isinya mengulangi instruksi Mendagri? Apa dong desain strategi yang disiapkan Pemprov Jatim untuk membantu kabupaten/kota memenuhi target tes harian?” tanya Deni.
Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan Jatim ini juga mendorong Pemprov Jatim segera menyiapkan rumah sakit darurat/lapangan di beberapa daerah.
“Tidak semua daerah punya kemampuan untuk membikin rumah sakit lapangan, seharusnya Pemprov Jatim hadir. Selain itu, ke depan Pemprov harus punya skenario penyiapan rumah sakit khusus penyakit infeksi yang menyebar di beberapa daerah,” ujarnya.
Catatan kedua, lanjut Deni, Pemprov Jatim tidak cukup mampu mengoordinasikan antardaerah dalam penanganan pandemi. “Masalah kisruh di Suramadu hanya satu contoh kecil betapa Pemprov Jatim tidak bisa memandu daerahnya dengan baik,” sebut dia.
Ketiga, imbuhnya, kepemimpinan di Pemprov Jatim tidak cukup mampu memberi teladan yang bisa membuat publik pada akhirnya patuh pada berbagai aturan terkait penanganan pandemi. (yols/pr)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS