SURABAYA – Tim Hukum Pasangan Eri Cahyadi dan Armuji (Erji) menyebut permintaan paslon Machfud Arifin dan Mujiaman (Maju) untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada 2020 di seluruh wilayah Kota Surabaya tidak berdasar.
“Petitum pemohon pada sidang sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi, Selasa (26/1/2021), kami nilai sangat tidak berdasar, tidak memenuhi kaidah hukum, dan tidak masuk akal,” ujar kuasa hukum Eri-Armuji, Arif Budi Santoso, Rabu (27/1/20210.
Arif mengatakan, dalam petitumnya Machfud-Mujiaman tidak menerangkan tentang perselisihan hasil perolehan sebagai objek perkara yang semestinya menjadi syarat formil permohonan sengketa pilkada di MK.
“Di petitum mereka sama sekali tidak mendalilkan perselisihan hasil perolehan suara dengan pihak terkait yaitu Eri-Armuji. Di dalamnya juga tidak ada argumentasi tentang kesalahan penghitungan suara yang ditetapkan oleh termohon yaitu KPU, dan tidak ada hasil penghitungan suara yang benar menurut pemohon sebenarnya berapa, tidak dijelaskan sama sekali,” ungkapnya.
Dengan demikian, lanjut dia, patut dipertanyakan gugatan ke MK dilayangkan Maju hanya karena kalah dalam pilkada, bukan karena terkait pelanggaran maupun kesalahan mulai pemungutan hingga penghitungan suara.
Arif menambahkan, Machfud-Mujiaman dalam permohonannya juga tidak melakukan bantahan terhadap hasil perhitungan suara yang ditetapkan KPU Surabaya alias pihak termohon.
Sesuai hasil rekapitulasi KPU, Eri-Armuji meraup 597.540 suara, sedangkan Machfud-Mujiaman 451.794 suara, dengan total suara sah 1.049.334. Terdapat selisih lebih dari 145.000 suara.

“Mereka sama sekali tidak membantah hasil penghitungan suara. Yang dilakukan hanya menyampaikan contoh-contoh peristiwa yang dipenuhi prasangka, tanpa ada kaitan dan signifikansinya dengan perolehan suara,” ujarnya.
Arif juga menyoroti soal tuntutan pemungutan suara ulang di seluruh Surabaya alias pilkada ulang. Padahal, di setiap tingkatan, pasangan Maju memiliki saksi, mulai tingkat TPS sampai kota.
“Semua tahapan rekapitulasi tidak ada pihak yang menyampaikan keberatan. Jadi mengapa sekarang menuntut?” kata Arif.
Selain itu, lanjut dia, pihak Machfud-Mujiaman tidak menyampaikan dalil yang jelas, misalnya, mengapa di TPS A sampai Z, harus dilakukan PSU.
“Termasuk apakah pemohon telah mengajukan keberatan sesuai mekanisme hukum pemilu? dan apakah ada rekomendasi dari pengawas pemilu yang memerintahkan termohon untuk melakukan PSU di seluruh kota? Itu semuanya tidak diuraikan,” bebernya.
Bahkan Bawaslu Surabaya hanya pernah merekomendasikan satu PSU di TPS 46 Kelurahan Kedurus, Karang Pilang, karena kesalahan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dalam memberikan nomor ke sejumlah surat suara
“Dengan demikian, jelas bahwa memang antara posita (rumusan dalil) dan petitum pemohon itu tidak nyambung. Jadi ini ada kesan asal menggugat saja, tanpa menyajikan argumentasi yang layak dipertanggungjawabkan,” katanya. (goek)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS