PONOROGO – SMP Negeri 4 Ponorogo mendeklarasikan Rabu Bersahaja (berbusana dan berbahasa jawa). Hal tersebut dilakukan untuk melestraian budaya daerah sebagai warisan leluhur sekaligus identitas bangsa. Dengan Rabu Bersahaja, setiap hari Rabu, mulai dari murid, karyawan, hingga guru SMP Negeri 4 Ponorogo diwajibkan untuk berbahasa Jawa dan menggunakan busana Jawa.
Hadir dalam deklarasi Rabu Bersahaja tersebut Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko, Kepala Dinas Pendidikan Ponorogo, dan perwakilan sekolah.
“Saya ucapkan terima kasih bahwa SMP Negeri 4 mampu nguri-uri budaya adiluhung,” ujar Bupati Sugiri di Ponorogo, Rabu (4/10/2023).
Atas apa yang dilakukan SMP Negeri 4 Ponorogo itu, Bupati Sugiri mendorong sekolah-sekolah lain untuk melakukan hal yang serupa, namun dengan konsep yang berbeda. Hal tersebut penting untuk dilakukan agar para pelajar tidak lupa akan budaya Jawa.
“Ini bisa sambil pembelajaran sekaligus konservasi. Jadi, daya jual bahwa bahasa Jawa itu dahsyat, kaya akan makna,” jelasnya.
Wakabid Pemenangan Pemilu DPC PDI Perjuangan Ponorogo itu pun membandingkan kosakata bahasa Jawa dengan bahasa Inggris. Dalam kosakata bahasa Inggris, nasi disebut “rice”, meskipun sudah berubah dalam bentuk apapun.
Sementara dalam kosakata bahasa Jawa, ada beberapa istilah untuk nasi. Saat masih di sawah disebut “pari”, saat dipanen dan dilepas dari tangkainya disebut “gabah”, setelah diselip (dipisahkan isi dari kulitnya) disebut “beras”, beras dimasak untuk dimakan disebut “sega”, nasi dijemur dan kering disebut “karak”.
“Kosakata kita lebih banyak daripada bahasa Inggris,” lanjutnya.
Dengan nguri-uri bahasa Jawa tersebut, politisi PDI Perjuangan itu berharap anak-anak bisa mengamalkannya dalam kehidupan sehari-sehari, yang akhirnya akan membentuk kepribadian yang lebih ‘njawani’.
“Siapa yang nguri-uri bahasa Jawa, maka akan luar biasa. Akan membentuk jiwa yang takzim, memahami tata krama, dan suba sita,” terangnya. (jrs/set)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS