Catatan Akhir Tahun PDIP Bidang Hukum dan HAM

Loading

pdip jatim - trimedya panjaitan diwawancaraJAKARTA – PDI Perjuangan (PDIP) merilis catatan akhir tahun terkait penegakan hukum dan hak asasi manusia (HAM). Meski partai pemerintah, PDI Perjuangan tetap kritis terhadap capaian pemerintah Joko Widodo (Jokowi) – Jusuf Kalla.

“Setiap akhir tahun kami merilis capaian dan kendala terkait penegakan hukum dan HAM. Ini merupakan salah satu perwujudan kami untuk mewujudkan cita-cita negara hukum,” kata Ketua Bidang Hukum DPP PDI Perjuangan Trimedya Panjaitan, pertengahan pekan ini.

Menurut Trimedya, catatan akhir tahun ini dimaksudkan untuk mengawal penegakan hukum di era pemerintahan Jokowi-JK. Sebab, arah penegakan hukum Jokowi-JK telah terdokumentasikan sebagai bagian dari visi dan misi keduanya dalam Pilpres 2014 lalu yang mana PDIP juga harus ikut bertanggung jawab.

“Tahun 2015 memang bisa dikatakan tahun perjuangan di tengah konsolidasi pemerintahan Jokowi-JK. Namun begitu, patut diapresiasi bahwa di tahun 2015 pemerintah juga telah berupaya memastikan penegakan hukum dengan cara mengefektifkan lembaga-lembaga penegaknya,” ujarnya.

Dikatakan, pembubaran Petral yang diduga menjadi biang dari mafia migas, pengungkapan mafia daging sapi, demikian juga penting disimak keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menetapkan denda Rp1,4 triliun kepada keluarga Presiden Soeharto atas kasus Yayasan Supersemar.

“Itu memberikan pesan penting bahwa penegakan hukum mencoba berbenah diri untuk mencegah terjadinya impunitas dan berlakunya asas kesamaan di depan hukum,” ungkap Wakil Ketua Komisi III DPR ini.

Pemerintah, kata Trimedya, juga telah membuat langkah penting dengan melaksanakan ekskusi hukuman mati kepada penjahat narkoba. Dengan ekskusi ini, kata dia, pemerintah mengirim pesan penting bahwa pemerintah serius untuk mengurangi kejahatan narkoba.

Sementara terkait kendala dan tantangan dalam penegakan hukum dan HAM di era Presiden Jokowi, kata dia, masih adanya proses penanganan dan penegakan hukum yang sesuai ketentuan perundang-undangan. Artinya, kata Trimedya, hukum belum diberlakukan sama bagi seluruh rakyat Indonesia dan menjadikannya sebagai panglima.

“Adagium bahwa hukum ibarat sarang laba-laba, hanya efektif untuk menjerat serangga-serangga kecil atau seperti pisau dapur, hanya tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas itu masih menjadi kesan umum,” tukasnya.

Dia mencontohkan, lambannya aparat penegak hukum dalam menjatuhkan hukuman terhadap perusahaan pelaku pembakaran hutan dan lahan yang menimbulkan bencana asap. Padahal, sudah jelas-jelas ada praktik buruk yang dilakukan korporasi untuk membuka lahan dengan pola membakar hutan.

Hal itu jelas bertentangan dengan UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. “Polisi kurang gesit melakukan pengembangan penyelidikan terhadap sejumlah perusahaan yang diduga melakukan tindakan pidana lingkungan hidup,” tegasnya.

Terkait dengan pemberantasan korupsi, Trimedya juga membeberkan masih ada pekerjaan rumah (PR) besar bagi lembaga penegak hukum karena beberapa kasus besar yang selama ini menjadi sorotan publik belum tuntas. Oleh karena itu, dia berharap kepada pimpinan KPK periode keempat yang telah dipilih bisa membawa arah baru dalam pemberantasan korupsi di tanah air.

“Sebab, selama ini ada ironi dalam pemberantasan korupsi yakni pemberantasan korupsi berlangsung gencar, baik oleh KPK, Kejaksaan, maupun Polri, tetapi di sisi lain korupsi juga terus berlangsung,” ungkapnya.

Dalam catatan akhir tahun itu, PDI Perjuangan juga menyoroti beberapa hal, seperti kebutuhan kuat untuk melakukan beberapa revisi UU terkait dengan hukum, termasuk UU KPK. PDI Perjuangan juga menyoroti pelaksanaan pilkada serentak yang dinilainya berjalan cukup lancar, meski ada persoalan di beberapa daerah. (goek/**)