SURABAYA – Anggota Fraksi PDI Perjuangan yang duduk di Komisi D DPRD Surabaya Khusnul Khotimah mengatakan, pemberian standar ISO kepada Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di Kota Pahlawan ternyata tidak dibarengi dengan peningkatan layanan kesehatan kepada masyarakat.
Khusnul Khotimah menyebutkan, saat ini sudah ada lebih dari 20 Puskesmas dari total 62 Puskesmas di Surabaya yang memenuhi standar ISO. Seharusnya, kata Khusnul, dengan terpenuhinya standar ISO, Puskesmas bisa mendapatkan kepercayaan dari masyarakat dalam hal pelayanan kesehatan.
Apalagi sekarang sudah ada peningkatan puluhan Puskesmas induk menjadi Puskesmas yang melayani rawat inap. Artinya, jelas Khusnul, pelayanan kesehatan di Puskesmas yang merupakan pos pertama pelayanan BPJS kesehatan, seharusnya secara otomatis turut ditingkatkan.
Tapi, di lapangan pihaknya masih menerima keluhan dari masyarakat tentang pelayanan di beberapa Puskesmas. Terutama dalam hal pelayanan kesehatan di jam-jam operasional. Puskesmas tersebut kata Khusnul, berada di daerah padat penduduk.
“Laporan yang kami terima, pada jam 11.00 siang perawat dan dokter jaga sudah tidak ada. Padahal istirahatnya kan jam 12.00,” ungkap Khusnul kepada wartawan, pekan lalu.
Sesuai LKPJ Wali Kota Surabaya dalam rapat paripurna di DPRD sebelumnya, hingga akhir tahun 2014 realisasi belanja program pengadaan, peningkatan, dan perbaikan sarana dan prasarana Puskesmas, lebih dari Rp 27 miliar. Serapan anggaran ini antara lain untuk meningkatkan Puskesmas induk menjadi Puskesmas rawat inap.
Masih terkait layanan kesehatan, sebelumnya Komisi D juga menyoroti kinerja Dinas Kesehatan (Dinkes) yang kurang mengejar target rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS. Hal ini menyikapi informasi dari Dinkes Surabaya, yang menyatakan hingga tahun ini jumlah rumah sakit ataupun klinik yang bekerja sama dengan BPJS hanya sekitar 29 unit dari 61 unit rumah sakit.
DPRD Surabaya juga menyoroti layanan kesehatan yang dinilai masih tidak sesuai dengan peraturan BPJS nomor 1 tahun 2014. Seperti rujukan puskemas yang lambat, sistem online yang lambat hingga penarikan biaya obat masih dirujuk ke apotek swasta, yang pada akhirnya pasien diwajibkan membayar.
“Selama ini BPJS hanya meraup premi tapi tidak dibarengi dengan pelayanan yang baik. Artinya semuanya harus lari ke puskesmas dulu, padahal puskesmas yang ada hanya 62 unit ditambah 60 puskesmas pembantu. Padahal pasiennya bisa 500 per hari,” ujar Ketua Komisi D Agustin Poliana yang juga politisi PDI Perjuangan. (pri/*)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS