SURABAYA – Anggota DPRD Provinsi Jawa Timur, Indriani Yulia Mariska, angkat bicara terkait maraknya kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di wilayah Madura, khususnya di Kabupaten Sumenep.
Sebagai wakil rakyat dari Dapil XIV Madura, Indriani mengaku sangat prihatin atas tingginya angka kekerasan yang menimpa perempuan di daerah tersebut.
Dalam dua bulan terakhir saja, tercatat sudah ada tiga kasus KDRT yang mengakibatkan korban jiwa di Sumenep, dan semuanya adalah perempuan.
“Tiga kasus KDRT dalam dua bulan terakhir di Sumenep sangat mengkhawatirkan. Terlebih, korban dalam ketiga kasus ini semuanya perempuan dan semuanya meninggal dunia. Ini adalah tragedi yang tidak bisa kita biarkan terus terjadi,” tegas Indriani, Jumat (11/10/2024).
Kasus-kasus KDRT yang dimaksud Indriani terjadi secara beruntun, mulai dari kasus di Desa Juruan Daya, Kecamatan Batu Putih, pada 10 September 2024, kemudian di Desa Jenangger, Kecamatan Batang-Batang pada 5 Oktober 2024.
Dan yang terbaru pada 9 Oktober 2024 di Desa Gadding, Kecamatan Manding. Di ketiga kasus tersebut, perempuan menjadi korban brutalnya kekerasan oleh pasangan mereka sendiri, dengan kekerasan fisik yang berujung pada kematian.
Politisi PDI Perjuangan yang akrab disapa Indri tersebut, menyoroti secara khusus peran pemerintah daerah dan penegak hukum dalam menanggulangi kekerasan terhadap perempuan. Ia menegaskan, tidak ada tempat bagi para pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak di masyarakat.
“Jangan ada toleransi terhadap pelaku KDRT. Mereka harus ditindak tegas sesuai dengan hukum yang berlaku,” ujarnya.
Lebih lanjut, Indri juga mengapresiasi aparat kepolisian di Sumenep yang bergerak cepat menangkap pelaku dalam kasus-kasus tersebut.
Namun, Indri menekankan bahwa penegakan hukum yang tegas saja tidak cukup untuk menekan angka kekerasan terhadap perempuan. Menurutnya, perlu ada pendekatan yang lebih komprehensif, yang melibatkan edukasi masyarakat tentang kesetaraan gender dan pentingnya menghormati hak-hak perempuan.
“Penegakan hukum adalah langkah penting, tetapi akar masalah dari kekerasan ini adalah pola pikir yang salah tentang posisi perempuan dalam rumah tangga. Kita perlu membangun kesadaran masyarakat bahwa kekerasan, dalam bentuk apapun, tidak bisa ditoleransi,” tuturnya.
Dia juga meminta pemerintah daerah untuk lebih proaktif dalam menangani masalah KDRT, termasuk memberikan perlindungan yang lebih baik bagi para korban, serta menyediakan layanan pendampingan psikologis bagi perempuan yang mengalami kekerasan.
“Korban KDRT seringkali mengalami trauma berkepanjangan. Mereka membutuhkan dukungan yang lebih dari sekedar penegakan hukum, seperti layanan rehabilitasi mental dan pendampingan untuk memulihkan diri,” ungkap Indri.
Karenanya, Indri menegaskan bahwa kasus seperti ini bukan hanya persoalan keluarga, tetapi juga merupakan cerminan kegagalan sistemik dalam melindungi perempuan dari ancaman kekerasan. Ia bergarap adanya regulasi yang lebih ketat dan pelaksanaan program pencegahan yang lebih masif dari pemerintah daerah.
“Pemerintah daerah harus hadir dalam menyelesaikan masalah ini. Kita tidak boleh membiarkan perempuan hidup dalam ketakutan di rumah mereka sendiri. Rumah seharusnya menjadi tempat yang aman, bukan tempat di mana mereka merasa terancam,” tegas Indri.
Ia juga menyebutkan pentingnya melibatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam menyuarakan pentingnya melindungi perempuan dari kekerasan.
“Madura memiliki budaya yang sangat kuat, dan saya yakin jika para pemuka agama dan tokoh masyarakat turun tangan, kita bisa menanamkan nilai-nilai yang menghargai dan melindungi perempuan dalam kehidupan sehari-hari,” imbuhnya.
“Sebagai wakil rakyat, saya berkomitmen untuk mendorong penguatan regulasi dan layanan yang mampu melindungi perempuan dari kekerasan. Kita harus memastikan bahwa tidak ada lagi perempuan yang menjadi korban, dan bahwa hak-hak mereka dihormati sepenuhnya,” pungkasnya. (yols/pr)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS