SURABAYA – DPRD Kota Surabaya bersinergi dengan pemerintah kota (Pemkot) setempat dalam menekan angka kemiskinan. Ketua DPRD Kota Surabaya Adi Sutarwijono bahkan turun langsung untuk menampung aspirasi warga.
Adi menyampaikan ke masyarakat terkait capaian kinerja DPRD Kota Surabaya dan apa saja yang telah diperjuangkan, sehingga memunculkan kebijakan yang digunakan oleh Pemkot Surabaya. Aspirasi masyarakat terkait pembangunan nantinya akan menjadi bahan perumusan dalam kebijakan pembentukan Peraturan Daerah (Perda).
Pada kunjungannya ke kawasan Surabaya Timur, ia menerima curhatan dari kalangan RT, RW, LPMK, dan ibu-ibu Kader Surabaya Hebat (KSH), PKK, jamaah pengajian, serta kaum muda dan karang taruna. Salah satu isunya terkait kemiskinan yang awalnya disebut Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) menjadi warga miskin atau Gamis.
“Perubahan itu diikuti berkurangnya jumlah warga MBR ke Gamis. Apa sebenarnya ukuran warga disebut tidak mampu atau miskin?” ujar Mariana, warga Kali Rungkut, sebagaimana keterangan tertulis kepada media di Surabaya, Senin (30/1/2023).
Selain itu, saat di kawasan perkampungan Gununganyar Tambak, Adi yang juga Ketua DPC PDI Perjuangan Surabaya itu juga mendapat curhatan yang sama karena ketidakpastian indikator keluarga miskin.
“Kalau ukurannya warga miskin, yakni rumah terbuat dari dinding kayu atau bambu, lantai tanah, dan penghasilan di bawah Rp1 juta, ya sangat sedikit sekali. Kami sering ditanyai warga dan menerima keluhan soal itu,” ucap salah satu warga, Fausi.
Di Kota Surabaya, warga miskin mendapat berbagai intervensi kebijakan pendidikan, kesehatan, perbaikan rumah tidak layak huni, bantuan permakanan satu kali sehari untuk warga lansia tidak mampu, warga disabilitas, dan anak yatim piatu.
“Data MBR banyak dicoret,” ungkap Saiful, warga Tenggilis Mejoyo.
Hal serupa disampaikan oleh salah satu warga Kalijudan, Mega yang berpendapat kuota warga yang mendapat permakanan sekarang jauh berkurang.
“Banyak warga lansia, penyandang disabilitas, dan anak yatim piatu yang dulu menerima bantuan permakanan, sekarang tidak lagi karena datanya hilang atau dicoret,” ujarnya.
Terdapat juga curhatan warga mengenai pemasangan stiker ‘Keluarga Miskin’ yang ramai diberitakan media massa dan mengundang polemik dari legislator.
“Apa tidak bisa dicarikan istilah lain? Kasihan keluarga yang ditempeli stiker itu,” ucap Siti Aisyah, warga Klampis Ngasem.
Adi menegaskan pihaknya menampung semua keluhan dan tengah membahas Raperda pengentasan kemiskinan. Pembahasan tersebut dilakukan sinergis dengan Pemkot Surabaya.
“Semua masukan masyarakat menjadi bahan pembahasan di DPRD. Kalau sudah menjadi Perda atau Peraturan Daerah, itu akan memberikan kepastian hukum bagi semuanya,” jelasnya.
Ia juga menerangkan sikap dirinya yang sepakat untuk mencari istilah lain dari ‘Keluarga Miskin’ dalam penempelan stiker.
“Misalkan, diganti keluarga pra sejahtera atau stiker hanya barcode. Ketika dilihat di HP keluar identitasnya,” ucapnya.
Melalui berbagai program pemerintah, DPRD Kota Surabaya dan Wali Kota Eri Cahyadi bersama Pemkot Surabaya berkomitmen untuk terus menekan angka kemiskinan di Surabaya. Terutama dengan mendorong pertumbuhan sektor UMKM dan penyerapan tenaga kerja produktif.
“Kita berkomitmen untuk terus menekan kemiskinan di masyarakat,” ungkapnya.
Kemudian, ia menjelaskan sejumlah kemajuan Pemkot Surabaya yang dipimpin oleh Wali Kota Eri Cahyadi dan Wakil Wali Kota Armuji dengan dukungan DPRD Kota Surabaya, seperti mendekatkan pelayanan kepada masyarakat dengan instrumen berbasis elektronik.
“Pelayanan adminduk harus tuntas di kelurahan. Juga layanan jemput bola petugas kelurahan ke balai-balai RW, satu minggu dua kali,” pungkasnya. (nia/pr)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS