BOGOR — Presiden Joko Widodo mengungkapkan keheranannya atas munculnya wacana penggunaan hak interpelasi di DPR terkait kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Sebab, hak interpelasi itu belum pernah digunakan saat pemerintahan sebelumnya menaikkan harga BBM.
“Berapa puluh kali kita naikkan (harga) BBM, apa pernah yang namanya interpelasi itu?” kata Jokowi kepada wartawan di Istana Bogor, Senin (24/11/2014). Wartawan terdiam menanggapi pernyataan Jokowi itu.
Jokowi menyatakan siap menyampaikan penjelasan kepada parlemen. Namun terlebih dahulu sudah ada islah antara fraksi kubu Koalisi Indonesia Hebat dengan Koalisi Merah Putih.
Sementara, anggota Fraksi PDI Perjuangan TB Hasanuddin mengungkapkan, interpelasi di parlemen tergantung sikap politik dari fraksi di DPR. Dia menegaskan, PDI Perjuangan bersama Koalisi Indonesia Hebat (KIH) bersikap menolak penggunaan hak tersebut.
Dia meyakini ada tiga syarat alasan utama pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi. Pertama, kebijakan ini diambil untuk kepentingan rakyat.
Kedua, alokasi bantuan kepada mereka yang terdampak kenaikan BBM akan berjalan tepat waktu. Ketiga, tidak ada kebocoran dalam alokasi dana tersebut.
Dia heran apabila tiga syarat ini berjalan dengan baik namun masih saja ada yang meributkan. Namun begitu, TB Hasanuddin yakin pemerintah bisa menjelaskan.
“Toh ini demi kepentingan rakyat. tapi sekali lagi KIH tidak khawatir, pemerintah mampu menjelaskan dengan detail dan dengan argumenatasi yang cukup,” ujarnya.
Terpisah, anggota Fraksi PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno mengajak fraksi-fraksi DPR yang menggulirkan interpelasi agar introspeksi. Pihaknya menghormati langkah sesama anggota DPR, karena interpelasi memang hak dewan.
Meski demikian, PDI Perjuangan tak setuju hak interpelasi itu digulirkan dengan alasan pemerintah tak memberi penjelasan ke DPR soal kenaikan harga BBM. Hendrawan memandang wajar pemerintah tak memberi penjelasan, sebab saat itu DPR masih terbelah.
Dia menyarankan agar Golkar Cs fokus pada pembenahan internal DPR. Sebab, hingga saat ini DPR belum bisa menjalankan fungsinya secara penuh karena poin-poin kesepakatan damai belum direalisasikan.
“Konsentrasinya mbok pembenahan internal, penyelesaian revisi UU MD3, pembentukan alat kelengkapan dewan yang solid. Sehingga reses ini bisa dijalankan dengan baik, anggota DPR bisa menjalankan tugas di dapil dengan maksimal,” ujarnya.
Sementara itu, peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Syamsuddin Haris, menilai, hak interpelasi yang menggugat kebijakan pengalihan subsidi BBM akan sangat rentan ditunggangi kepentingan tertentu.
“Hak interpelasi itu patut dicurigai sebagai alat untuk ‘menggoyang’ pemerintah, apalagi dalam jangka pendek ini sebenarnya para anggota Dewan belum sesungguhnya bekerja,” kata Haris seusai penandatanganan nota kesepahaman antara KPU dan LIPI di Jakarta.
Syamsuddin menilai tujuan utama interpelasi tersebut adalah untuk mengganggu pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Manuver politik itu pun dianggapnya akan menciptakan atmosfer politik yang tidak sehat. Dia menilai interpelasi itu aneh dan belum tepat dilakukan.
“Saya mengatakannya malah aneh saja jadinya karena DPR sendiri kan belum mulai bekerja. Kan baru selesai islah antara dua kubu, yakni Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat,” ucapnya.
Menurut dia, jika DPR mempertanyakan dasar kebijakan pengalihan subsidi tersebut, komisi terkait bisa saja memanggil para pembantu Presiden untuk menjelaskannya. Langkah itu bisa dilakukan tanpa harus mengajukan interpelasi. (pri/*)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS