KATMANDU – Politisi PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka berhasil memperjuangkan term “The-3D For Migrant Workers: Decent Work, Decent Wages, Decent Life” (Kerja Layak, Upah Layak, Hidup Layak-red) menjadi term internasional. Upaya itu dilakukan Rieke, di forum Asian Inter-Parliementary Caucus on Labour Migration yang diadakan Migrant Forum in Asia (MFA) di Khatmandu, Nepal.
Dalam pertemuan yang berlangsung 8-9 November 2014 itu, Rieke mendorong trilayak pekerja menjadi komitmen internasional menggantikan term 3D: Dirty, Dangerous and Difficult. “Kerja di wilayah kotor, bahaya dan sulit ini sedang saya desakkan untuk direvolusi mental jadi trilayak pekerja itu,” ujar Rieke yang juga menjadi advisor commitee MFA, melalui surat elektronik kepada Infokomnews PDI Perjuangan Jawa Timur, Minggu (9/11/2014).
Menurut Rieke, persoalan buruh migran menjadi isu yang tak boleh lagi dipandang sebelah mata. Indonesia dikenal sebagai salah satu pengirim buruh migran, yang biasa disebut dengan TKI. Hanya, Rieke menyayangkan cap yang melekat bagi buruh migran Indonesia mayoritas masih bekerja di wilayah 3D (Dirty, Dangerous and Difficult) itu.
Pertemuan di Katmandu dihadiri beberapa anggota parlemen, perwakilan dari serikat pekerja dan aktivis buruh migran dari Nepal, Kamboja, Pakistan, Malaysia, China, Myanmar, India, Singapura, dan Filipina. Dari Indonesia selain Rieke, juga hadir Nihayatul Wafiroh, anggota Fraksi PKB DPR RI.
Pertemuan antar anggota parlemen di Asia dinilai Oneng penting, terutama menjelang Masyarakat Ekonomi ASEAN plus enam negara (India, Cina, Jepang, Korea Selatan, Australia dan New Zaeland). Ketika lalu lintas modal, barang dan jasa terjadi tanpa sekat yang berarti, jelasnya, di saat yang sama migrasi manusia pun terjadi dari satu negara ke negara lain. Indonesia bisa dipastikan tak hanya menjadi negara pengirim, namun pasti menjadi negara penerima buruh migran.
“Kita tidak bisa lari dari cengkeraman pasar bebas, tapi kita harus pula mendorong situasi yang berkeadilan. Fair trade, not free trade, karenanya proteksi terhadap buruh migran kita menjadi pekerjaan serius,” jelas Rieke.
Oleh karena itu sebagai anggota parlemen, lanjut dia, tentu saja melaui fraksi PDI Perjuangan akan berjuang memasukkan beberapa legislasi yang tertunda di periode kemarin. Juga beberapa legislasi yang akan didorong melalui pemerintah, yakni:
1.Revisi atas UU No.39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKILN
2.RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga
3.Ratifikasi Konvensi ILO 189 tentang Pekerja Domestik
4.Ratifikasi Konvensi ILO tentang Perlindungan Pekerja Maritim
Dia menilai, implementasi dan pengawasan dari semua aturan yang ada menjadi bagian yang tak terpisahkan. Hal ini selaras dengan komitmen Presiden Joko Widodo yang telah menandatangani 9 Piagam Perjuangan Rakyat pada masa kampanye pemilihan presiden 5 Juli 2014 lalu.
Dalam piagam tersebut, Jokowi jelas-jelas menegaskan komitmennya untuk mematuhi perintah konstitusi. Yakni tugas pemerintah adalah melindungi, mencerdaskan dan mensejahterakan rakyat, termasuk bagi kaum buruh melalu Tri Layak Rakyat Pekerja sebagaimana ia sampaikan dalam pernyataan resmi di peringatan Hari Buruh, 1 Mei 2014.
“Tentu saja Indonesia tidak bisa sendiri, sudah semestinya ada perjuangan bersama negar di Asia, khususnya ASEAN. Seperti ratifikasi berbagai konvensi tak hanya menjadi agenda penting bagi negara pengirim tapi juga bagi negara penerima buruh migran, apalagi dengan skema pasar bebas hal itu menjadi samar,” tandas Rieke. (sa)
BACA ARTIKEL PDI PERJUANGAN JAWA TIMUR LAINNYA DI GOOGLE NEWS